Todos los capítulos de Adik Angkatku Istri Kedua Suamiku: Capítulo 71 - Capítulo 80

Cindya memperhatikan putranya yang duduk berhadapannya dengannya di atas ranjang, saat ini dirinya sedang berada di kamar Arlantio, setelah memastikan Dharmatio sudah tertidur pulas.“Kamu tau sesuatu?” tanya Cindya dengan suaranya yang lembut, menatap putranya yang tak kunjung bersuara. Ia memicingkan mata, memperhatikan ekspresi putranya yang menatapnnya dengan tatapan sedih.“Bunda tahu?”“Apa?”“Papa punya hubungan sama wanita lain? Bahkan wanita itu sedang hamil?” tanya Arlantio, memperhatikan kedua mata sang bunda cukup dalam, ia yakin seratus persen, bundanya sudah mengetahui hal tersebut, tetapi ditutupi.Cindya tersenyum kecil, sangat kecil sehingga Arlantio tidak menyadarinya. Ia tidak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh putranya itu, bocah berusia empat tahun seharusnya hanya tahu belajar dan bermain, bukan urusan kedua orangtuanya.Cindya sangat menyayangkannya.“Bunda pasti tahu, karena Grandpa tahu,” ujar Arlantio, ia menarik nafas lalu menghela nafasnya secara per

“Selamat datang, Mas.”Harena menyambut kedatangan Dharmatio di unit apartementnya dengan wajah yang sumringah. Ia mengenakan daster bunga-bunga, panjangnya hanya sebatas lutut, perut yang membesar, dan rambut yang diikat sanggul sehingga memperlihatkan lehernya yang putih.Dharmatio melepaskan sepatunya, lalu melangkahkan kaki mendekati Harena dan memeluknya. Sikapnya yang hangat, membuat Harena tidak bisa menutupi perasaannya yang sangat sangat sangat happy. Ditambah pria itu mengecup pelipisnya.“Malam ini aku menginap di sini,” ujar Dharmatio, merenggangkan pelukannnya, menatap Harena yang tersenyum lebar dan menganggukkan kepala.“Dengan senang hati aku melayanimu malam ini, Mas,” ucap Harena diakhiri dengan terkekeh, ia sangat senang karena suaminya itu malam ini memilih untuk bersamanya, dibandingkan bersama dengan Cindya yang merupakan istri pertama dan istri sah.Selama satu minggu kebelakang, Dharmatio hanya datang untuk berkunjung sebagai tamu, karena selama satu minggu itu

Keesokan harinya pada siang hari pukul 13:00 ….Cindya mengetok pintu kamar putranya, menunggu dibukakan pintu oleh putranya yang sedang berganti pakaian. Tak butuh waktu lama, pintu dihadapannya ini terbuka dan memperlihatkan bocah laki-laki yang mengenakan kaos berwarna putih gambar penguins, celana kotak-kotak selutut.Wanita tersenyum, berjongkok dihadapan Arlantio, menyamakan tingginya dengan anak pertamanya itu. “Abang sedang ada tugas?” tanyanya, dijawab dengan kepala yang menggeleng.“Ke kantor Grandma mau? Atau mau ke kantor Grandpa?” tanyanya, lagi. Kedua matanya menatap kedua mata bulat Arlantio yang tidak mengalihkan atensi darinya.“Papa di kantor?” tanya Arlantio, ia menunggu jawaban dari sang bunda untuk membuat keputusan, dirinya akan datang ke kantor Grandma atau Grandpa.Cindya menganggukkan kepala, “Kamu mau bertemu dengan Papa?” tanyanya, lalu keningnya mengkerut saat melihat gelengan kepala putranya. Sedikit bingung, seharusnya Arlantio senang bertemu dengan Dharm

“Kamu ditahan sama Bunda?” tanya Harena yang sedang mengemudikan kendaraan roda empatnya, perutnya yang buncit membuatnya tidak nyaman saat menyetir. Rencananya, makan siang bersama dengan pria yang sedang bersamanya saat, tetapi ada insiden yang mengharuskannya menyetir seperti ini.Menyebalkan memang, tetapi tetap dilakukan oleh wanita hamil itu.Dharmatio memperhatikan layar ponselnya, saat ini, pada siang hari ini, ia makan siang bersama dengan Harena. Bukan hanya makan, secara tidak langsung ia memanfaatkan wanita hamil, seperti menjemputnya di kantor.Tiba-tiba saja, pria itu menyunggingkan senyum miringnya, tetapi hanya dua detik karena setelahnya Dharmatio berdeham dan mengendalikan kembali ekspresinya menjadi datar. “Ngobrolin kerjaan, sama tim juga tadi,” jawabnya tenang.Harena menoleh singkat untuk melihat Dharmatio yang masih fokus memperhatikan ponsel, lantas kembali memperhatikan jalanan di depan sana. Tidak boleh ceroboh dalam mengemudi, bisa berakibat fatal.Wanita ha

Harena memperhatikan tubuhnya pada cermin full body dihadapannya saat ini, kedua tangannya mengusap perutnya yang terbuka, karena saat ini dirinya memakai kaos croptop. “Mas, menurutmu anak kita nanti perempuan atau laki-laki?” tanyanya menoleh ke belakang.Dharmatio, pria itu terbaring dengan selimut yang menutupi setengah bawah tubuhnya. Kedua mata menatap datar Harena yang tersenyum kepadanya. “Kamu serius bertanya kepadakuu? Kalau kamu penasaran, kenapa tidak check ke dokter kandungan?” balasnya sedikit sarkasme, sehingga membuat Harena mengalihkan atensi.Wanita hamil itu menahan diri untuk tidak menangis dihadapan Dharmatio, sejujurnya ia sangat benci menangis. Saat dirinya menangis, kejadian dimasa kelam teringat kembali. Saat tidak mendapatkan perlakuan yang baik dari orangtuanya, hingga sampai akhirnya wanita itu di kirim ke panti asuhan.Sedangkan Dharmatio menyibak selimut, bangkit dan duduk bersandar dengan kedua kaki yang terlipat. Aura panas sedang dihalau olehnya, benar