Semua Bab Dinikahi Sang Penguasa : Suami Kontrakku Memberi Segalanya: Bab 271 - Bab 280

Semua orang syok, mereka secara bersamaan menoleh pada Risha yang bergeming saat melihat boneka barbie berdarah itu. Adhitama mengulurkan tangan hendak mengambil kotak hadiah itu. Namun, Arsen sudah lebih dulu menyambar kotak itu dari tangan Risha.Kini tatapan semua orang beralih pada Arsen. Arsen pergi dengan wajah menggelap membawa kotak hadiah itu dari ruang tengah tanpa bicara apapun. Semua orang diam, begitu juga dengan Lily saat melihat reaksi Arsen.Lily seketika cemas. “Sudah, tidak perlu dipikirkan. Hadiah itu pasti dari orang iseng,” ucap Lily untuk menenangkan semua orang di sana, terutama Risha yang tampak begitu khawatir, bahkan matanya berkaca-kaca. “Boneka itu tidak berarti apa-apa, Bunda,” ucap Lily meyakinkan agar sang bunda tidak panik. Lily berdiri dari duduknya, lalu dia mengejar Arsen yang sudah lebih dulu melangkah menuju pantry. Lily melihat Arsen membuka laci mencari-cari sesuatu. Dia tak bertanya apa-apa saat melihat Arsen menemukan sebuah korek api.

Lily begitu senang saat Natasha menghubungi. Dia langsung membalas pesan mantan psikiaternya itu. Seolah tak ada waktu lain, Lily mengiyakan saat Natasha memintanya bertemu malam itu juga. Lily buru-buru pergi ke ruang kerja Arsen. Saat sampai di sana, dia mendapati suaminya itu masih bersama Thomas. Lily meminta izin sebentar untuk mengganggu perbincangan dua pria itu. "Begini, aku ingin meminta izin untuk bertemu temanku,” kata Lily. “Ah ... bukan-bukan, aku mau keluar bertemu Kak Natasha," imbuhnya dengan wajah semringah. Arsen seketika terkejut mendengar ucapan Lily, berbeda dengan Thomas yang malah tersenyum dan bersikap santai. Namun, beberapa detik kemudian Thomas kaget. Dia menatap Arsen dengan mimik sedikit ketakutan setelah menyadari siapa Natasha yang sedang Lily bicarakan. Arsen menggeleng samar saat Thomas menatapnya seperti itu. Dia khawatir Lily melihat dan malah curiga. "Dari mana kamu tahu kalau itu Natasha mantan psikiatermu? Apa kemarin kamu memberi nomor bar

Lily tersenyum canggung. Dia penasaran apa yang sebenarnya terjadi sampai dua wanita Jerry datang menemuinya secara berurutan seperti ini. "Ah ... iya," ucap Lily. Dia menjabat uluran tangan istri Jerry. "Namaku Almaira, kamu boleh memanggilku Aira," kata istri Jerry. "Namamu mirip dengan nama istri pamanku." Lily tersenyum canggung. Dia salah tingkah saat Aira hanya diam tak merespon ucapannya. "Mau bicara di mana?" tanya Lily kemudian. "Apa di sini ada kantin? Atau kita bisa keluar ke depan," ucap Aira. Lily diam sejenak untuk berpikir, melihat situasi kantor, dia akhirnya mengajak Aira untuk pergi keluar. "Beberapa meter dari sini ada bakery yang punya kopi enak, bagaimana kalau ke sana?" Aira tersenyum dan mengangguk, dia lantas berjalan bersisian bersama Lily keluar dari gedung ARS menuju toko roti yang Lily sebutkan tadi. Sesampainya di sana mereka duduk berhadapan setelah memesan roti dan kopi. Lily memandang sekitar, suasana di sana sepi, mungkin karena

Arsen malah tersenyum mendengar pertanyaan Lily. “Pertemanan laki-laki dan wanita itu berbeda, bukan tidak bermoral, tapi lebih pada pria itu seorang pemimpin dan harus bisa mengambil keputusan juga tanggung jawab. Harga dirinya di sana, jadi untuk apa ikut campur, toh Jerry sudah dewasa ,” ujar Arsen menjelaskan. Lily geleng-geleng kepala. “Lalu kalau dia memang mencintai kak Natasha, kenapa tidak dia ceraikan saja istrinya? Lagi pula istrinya bilang sudah mengajak bercerai, tapi Jerry tidak mau,” tanya Lily lagi. “Kalau soal itu, aku tidak terlalu paham, tapi aku yakin kalau Jerry juga mencintai Aira meskipun awalnya mereka menikah karena dijodohkan,” jawab Arsen. “Bagaimana bisa satu pria mencintai dua wanita? Ini tidak adil bagi istrinya. Istrinya juga pasti sakit kalau diselingkuhi dan mungkin bagi Kak Natasha juga sakit karena dijadikan orang ketiga,” gerutu Lily. “Jangan terlalu mencemaskan itu. Aku tidak akan seperti Jerry, kamu menemuiku dan bicara begini karena

Di seberang sana, Natasha yang menghubungi Lily tampak menggigit bibir bawahnya, satu tangannya meremas ujung rok yang dipakainya. “Apa maksudmu?” tanya Natasha. “Aira ternyata memata-matai kakak, jadi lebih baik kakak berhati-hati.” Natasha semakin mempererat remasan di roknya mendengar apa yang Lily ucapkan. “Aku juga tidak mau terlibat masalah kakak, dan aku berharap kakak tidak mengancam suamiku lagi, karena kalau dia sampai marah, kakak tidak akan sanggup membayangkan apa yang akan suamiku lakukan.” Natasha tersentak mendengar ucapan Lily yang bernada penekanan. “Mungkin, lebih baik kakak tidak usah menghubungi aku lagi,” ucap Lily lagi dari seberang panggilan. “Kamu benar-benar tidak tahu balas budi!” teriak Natasha dengan nada suara begitu tinggi. “Kalau kakak meminta balas budi, itu artinya kebaikan kakak selama ini memiliki pamrih. Sepertinya aku sekarang tahu bagaimana sifat asli kakak,” ucap Lily. Wajah Natasha tampak memerah menahan emosi karena Lily te