Semua Bab Dinikahi Sang Penguasa : Suami Kontrakku Memberi Segalanya: Bab 281 - Bab 290

Aira datang ke rumah mertuanya dan terkejut melihat keramaian di sana. Dia masuk dan melihat Robert sudah terbaring di sofa dikelilingi para pembantu rumah yang panik. Di dekat sana, Aira melihat Natasha berdiri dan hanya diam memandang. Aira tak ingin berdebat dulu dan lebih memperdulikan kondisi sang mertua. Dia mendekat dan meminta pelayan memanggil dokter untuk segera datang memeriksa kondisi mertuanya. Robert dibawa masuk ke kamar, di saat ruang tamu sepi Aira mendekat ke Natasha dan tanpa bicara langsung menampar pipi wanita itu. Natasha terkejut, pipinya teras panas karena tamparan Aira. “Apa yang kamu lakukan?” amuk Natasha. Aira tergelak tak percaya. “Kamu masih bisa bertanya apa yang aku lakukan? Aku sedang membuatmu tersadar kalau kamu sudah melakukan kesalahan besar,” ucapnya. “Apa kamu puas? Jika sampai papa kenapa-napa, aku tidak yakin Jerry bisa memaafkanmu.” Aira pergi setelah mengatakan itu, meninggalkan Natasha begitu saja untuk menyusul ke kamar Rob

Empat bulan kemudian.Usia kandungan Lily sudah masuk delapan bulan. Dia sangat senang karena perutnya sekarang sudah layaknya wanita hamil pada umumnya, tidak seperti trimester pertama yang kecil dan datar.Meskipun perutnya sudah besar, tetapi Lily tetap aktif bekerja walau Arsen sempat melarangnya.Hari ini, Lily berada di ruang kerjanya, duduk di kursi kerjanya sedang membaca ulang pesan dari sang papa.Lily diam membaca berulang kali pesan Adhitama yang memintanya memikirkan mengambil alih Mahesa setelah melahirkan, atau setelah anak Lily cukup umur.Adhitama bingung karena Lily adalah anak satu-satunya, jika Lily tidak mau melanjutkan bisnis keluarga, lalu siapa yang akan meneruskan warisan Adhitama.Lily sendiri tidak langsung menolak, dia meminta waktu untuk memikirkannya dulu karena sekarang, hidupnya bukan hanya tentangnya, tetapi ada anak dan suami yang harus dia pikirkan juga.“Tapi kalau bukan aku, siapa lagi?”Lily juga berpikir jika tak boleh terlalu kejam pada ayahnya,

Senyum Adhitama merekah lebar. Dia bahkan tak bisa menyembunyikan rasa lega yang dirasakannya begitu mendengar keputusan Lily.“Tidak masalah, seperti itu saja papa sudah sangat senang,” ucap Adhitama, “ayo, masuk ke ruangan papa dulu,” ajak Adhitama sambil menyentuh punggung Lily dan mengajak putrinya untuk masuk ruang kerjanya.Adhitama mengajak Lily duduk di sofa yang terdapat di ruang kerjanya. Dia terus tersenyum sambil menatap Lily yang duduk di sampingnya.“Kalau kamu mau mengurus Mahesa menggantikan papa, kelak saat papa pensiun, papa ingin sekali menghabiskan waktu duduk di teras rumah sambil menjaga cucu papa saat kamu bekerja,” kata Adhitama. “Papa akan mengajak anakmu pergi ke tempat bermain, mengajarinya berenang, dan naik sepeda,” imbuhnya.Lily mengangguk-angguk kecil seraya tersenyum, perasaannya lega melihat Adhitama begitu bahagia.“Kalau bisa, kamu berikanlah papa cucu yang banyak, supaya rumah tidak sepi dan papa bundamu ini bisa bermain sepuasnya dengan mereka,”

Lily menolehkan kepalanya, menatap Arsen dengan dahi berkerut. "Apa maksudmu bicara seperti itu? Kenapa tiba-tiba mengaitkan boneka beruang lucu itu dengan hal-hal jahat?" Arsen tidak langsung menjawab dan hanya menggeleng. "Aku hanya mengatakan apa yang aku pikirkan," balas Arsen. Lily tampak diam, hingga membuat Arsen merasa bersalah. "Sudah! Tidak perlu dipikirkan." Arsen mempererat genggaman tangannya ke Lily, dan mereka bergegas pergi ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Lily masih saja memikirkan kecurigaan Arsen. Dia berniat mengecek boneka milik Dini secara diam-diam. Lily tampak melamun, hingga setelah menunggu beberapa menit, perawat akhirnya memanggil nama Lily untuk masuk ke ruang pemeriksaan. Proses pemeriksaan berjalan dengan tenang. Meskipun awalnya Dokter dibuat gugup dengan sikap Arsen. Dokter tersenyum setelah melakukan USG dan mengecek detak jantung janin. Arsen hanya terlalu berpikir macam-macam. “Semua baik. Bayinya sehat, posisinya j

Hari berikutnya di ARS. Lily baru saja sampai di lantai divisi pemasaran. Dia melangkah menuju ruang kerjanya dan melihat Dini yang sudah datang lebih awal. Lily memilih berjalan menghampiri Dini, lalu berhenti dan berdiri di samping meja kerja Dini. “Selamat pagi,” sapa Dini saat melihat Lily. Senyumannya begitu bahagia. Mungkinkah semua gadis yang jatuh cinta akan seperti ini? Lily tersenyum membalas sapaan Dini, lalu pandangannya tertuju pada boneka beruang kecil yang ada di atas meja kerja Dini. “Kamu tahu? Entah kenapa aku merasa boneka itu sedang memerhatikanku," ucap Lily sambil menunjuk pada boneka Dini. “Aku tiba-tiba saja takut,” imbuh Lily. Dini langsung menoleh ke bonekanya, keningnya berkerut samar karena menurutnya boneka itu tidak menghadap ke arah Lily.Meski begitu Dini tersenyum. Dia meraih bonekanya kemudian mengangkat dari meja dan memindahkannya ke belakang laci tempat alat tulis. “Sudah, bonekanya sudah tidak melihatmu lagi,” kata Dini seraya tertaw