Semua Bab Dinikahi Sang Penguasa : Suami Kontrakku Memberi Segalanya: Bab 291 - Bab 300

Juna mengemudikan mobil meninggalkan penjara. Mobilnya membelah jalanan yang tidak terlalu ramai sore itu menuju gedung ARS. Satu tangan Juna memegang stir, sedangkan satu tangannya menyangga dagu, sikunya bertumpu di tepian kabin pintu mobil. Juna mulai mengingat satu persatu rencana yang sudah dijalankannya. Dia yang menyuruh orang menemaninya membakar gudang ARS, lalu meminta orang itu bungkam dengan bayaran uang yang sangat banyak. Juna juga mengingat dirinya yang memberikan nomor Lily ke awak media agar tersebar dan akhirnya Lily mendapat teror dari banyak orang yang mendukung Hana. Tak hanya itu, Juna juga yang telah mencelakai Hendra dengan meminta orang menabrak pria itu menggunakan mobil box, dia juga mengirimkan hadiah boneka barbie berdarah di hari pesta pernikahan Arsen dan Lily. Seringai licik tersemat di bibir Juna setelah mengingat rangkaian rencana jahatnya itu pada Arsen dan Lily. Dia melakukan semua itu atas permintaan Arman yang memintanya melakukan permainan

Hari berikutnyaLily berjalan pelan menuju ruang kerjanya. Dia tampak sibuk dengan benda pipih di tangannya saat suara Dini terdengar dari arah belakang.Lily menoleh, dia tertawa lebar melihat Dini berlari mendekat padanya dengan wajah gembira.“Kamu bisa jatuh, lantainya baru saja selesai dipel,” kata Lily.Dini hanya tertawa, kemudian memberikan paper bag yang dia bawa ke Lily.“Oleh-oleh dari Juna,” ucapnya.Meski sedikit sungkan, tapi Lily tetap menerima paper bag itu. Dia megucapkan terima kasih lantas berjalan beriringan bersama Dini menuju ruangan mereka.“Berapa lama Juna akan berada di sini?” tanya Lily, sekadar berbasa-basi. “Aku harus mengucapkan terima kasih langsung padanya.”“Dia bilang mengambil cuti, karena sama sekali tidak pernah libur semenjak bekerja,” ujar Dini. “Kamu tahu? Juna benar-benar bekerja keras sampai bisa membeli mobil baru. Dia benar-benar tipe pria idaman, aku masih tidak percaya kami pacaran,” imbuhnya.Lily melihat Dini sangat bangga dengan pencap

Di dalam rumah. Asap yang tadi memenuhi seluruh ruangan akhirnya menghilang. Kini hanya ada Arsen, Juna, dan Dini yang tergeletak di ruang keluarga. Setelah cukup lama tak sadarkan diri. Arsen mulai menggerakkan kelopak matanya perlahan. Satu tangannya menekan kepala yang pusing karena menghirup asap tadi. Arsen berusaha mengembalikan semua sisa kesadarannya, lalu bangun dan duduk seraya berulang kali menggelengkan kepala. Saat kesadarannya benar-benar sudah terkumpul. Arsen melihat Juna yang masih tak sadarkan diri di sofa, begitu juga dengan Dini. Saat menoleh ke tempat Lily duduk, Arsen begitu terkejut tak mendapati istrinya di tempatnya lagi. “Lily!” Arsen sangat syok dan panik. Arsen berdiri. Dengan tubuh yang masih setengah lemah dia mencari keberadaan Lily di kamar, ruang kerja, dan di kamar mandi, tetapi Lily tak ada di mana pun. “Bagaimana bisa?” Arsen mengguyar kasar rambut ke belakang. Saat itu Dini dan Juna baru saja sadar, lalu mereka menengok ke kanan dan k

Arsen terdiam, kepalanya terasa seperti dihantam batu besar. Dia menggeleng lagi. “Kalian tenaga medis dan tugas kalian menyelamatkan istri dan anakku, bagaimana bisa kalian malah memberiku pilihan?!” Suara Arsen begitu lantang, tatapan matanya penuh kesedihan berbalut ketakutan yang begitu kentara. “Kondisi istri Anda benar-benar buruk, Pak. Saya memahami perasaan Anda, tapi sekarang kita benar-benar harus membuat pilihan,” ucap dokter dengan tatapan iba pada Arsen yang frustasi. Arsen menggeleng kuat, suaranya tersekat di tenggorokan dengan bibir kelu yang membuat kata-kata hilang dari lidahnya. “Anda bisa masuk dan melihat kondisi istri Anda, pasien masih sadar," ucap dokter agar Arsen bisa segera membuat keputusan. Tanpa bicara lagi, Arsen segera masuk ke ruang tindakan begitu dokter membuka jalan untuknya. Langkahnya terseret, tatapan matanya langsung tertuju ke ranjang pesakitan yang penuh dengan bercak darah dan beberapa tenaga medis yang menunggu di sana. Arsen

Thomas tampak berdiri bersama perawat di depan ruang ICU. Perawat itu baru saja berkata bahwa sebaiknya Arsen tidak terlalu lama berada di dalam, karena ada jam-jam tertentu untuk keluarga pasien membesuk.“Maaf, tapi aku mohon biarkan saja dia,” kata Thomas. “Aku takut kalau …. “Kata-kata yang ingin Thomas ucapkan terasa tersangkut di tenggorokan. Dia menelah ludah kemudian mengalihkan topik di kepala dengan berkata,”Aku ingin menanyakan ini, tapi apa benar kondisi Nona Lily seburuk itu?”Thomas cemas saat melihat raut wajah si perawat berubah.“Sebenarnya…. “ Perawat itu tampak ragu-ragu. “Sebenarnya saya tidak boleh mengatakan ini, tapi kondisi pasien memang sangat buruk. Dokter awalnya sangat pesimis, obat yang diminum pasien benar-benar keras, memang tidak sampai merusak rahim, tapi …”“Tapi apa?” tanya Thomas penasaran. “Katakan saja semuanya, aku tidak akan membocorkan apa-apa.”Perawat itu mengangguk.“Karena obat itu pasien kemungkinan akan susah mendapatkan anak lagi,” ucapn