Di ruang bersalin, Zanitha menggenggam erat tangan seorang bidan yang mendampinginya. Air matanya mengalir, entah karena sakit akan melahirkan, atau karena luka di hatinya.“Bernapas, nyonya … pelan-pelan,” instruksi dokter terdengar di telinganya.Zanitha mencoba mengatur napasnya, namun pikirannya kacau. Ia ingin Ananta di sisinya. Ia ingin pria itu menggenggam tangannya seperti di film-film. Tapi ia tahu, Ananta lebih memilih berada di luar ruangan, menjaga jarak. Ia mencoba kuat, tapi hatinya rapuh.Sampai suara berat itu terdengar.“Nitha…”Ananta berdiri di sisi ranjang, mengenakan pakaian steril. Tatapannya serius, tetapi matanya… ada sesuatu yang berbeda. Ia menggenggam tangan Zanitha tanpa diminta.“Aku di sini,” katanya pelan.Selanjutnya, mereka terjebak dalam sunyi, Zanitha menangis… bukan karena sakit, tapi karena bahagia.Sudah hampir tujuh jam berlalu sejak air ketubannya pecah.Kontraksi demi kontraksi datang semakin cepat, semakin ganas. Tubuh Zanitha melengk
Terakhir Diperbarui : 2025-04-19 Baca selengkapnya