Semua Bab Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran: Bab 311 - Bab 320

Saat ucapan itu dilontarkan, Satya berdiri dan berjalan mendekati "Fani" yang menangis sesenggukan dan matanya memerah. "Kamu ... kamu itu Wulan?"Kamu itu Wulan?Wulan merasa seolah-olah disambar petir. Padahal dulu Satya memanggilnya Lanlan ....Dulu dia mengira Sunaryo adalah orang baik. Siapa sangka, ternyata dia cuma bajingan tak berguna yang akhirnya menimpakan semua kesalahan kepadanya.Sampai hari ini, Wulan sendiri pun tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi dan kapan mimpi buruk ini akan berakhir?"Kak Satya." Wulan mengangkat tangan mengusap air mata dengan saputangan, sekaligus menghapus sisa riasannya. Perlahan-lahan, wajahnya pun tidak lagi menyerupai Fani.Satya menarik napas panjang. "Kamu membunuh Pangeran Pradipta dan sekarang muncul di kediamanku. Apa sebenarnya yang kamu inginkan, Wulan?""Apa yang kuinginkan?" Wulan akhirnya benar-benar hancur.Dulu Wulan mengira, meskipun Satya tidak mencintai atau mengasihaninya, setidaknya dia akan bersikap segan padanya. Siapa s

Wajah Satya tampak kelam. Jelas terlihat, ini pertama kalinya dia begitu marah dan serius. Jika jawaban yang diberikan tidak memuaskan, dia tidak akan membiarkannya begitu saja.Untuk pertama kalinya Jelita menghadapi cobaan. Dia mendongak menatap pria itu dengan ketakutan. "Orang seperti hamba ini mana mungkin bisa tahu rupa Permaisuri. Tuan tidak mengerti, hamba hanya suka bereksperimen dengan alat rias sejak kecil.""Tanpa sengaja, hamba menemukan bahwa wajah seseorang bisa diubah dengan riasan. Siapa sangka ... siapa sangka ternyata wajah itu mirip Permaisuri ....""Tuan Satya, semua yang kukatakan itu jujur. Masalah riasan ini, baik gadis biasa maupun wanita di rumah bordil juga semuanya paham. Hamba hanya kebetulan berbakat dalam hal ini dan menikmati seni merias wajah."Semuanya jujur?Satya berdiri di depan gadis itu, memandangi wajahnya yang berlinang air mata. Meski tidak sepenuhnya persis dengan Anggi, sorot mata dan ekspresinya tampak mirip. Dia bahkan teringat, ketika dulu

Mata Wulan terpejam erat. Dia menyeka air matanya lama sebelum berkata, "Bisa tolong tutup pintunya?"Jelita melirik ke arah Fani. Si pelayan pun segera pergi menutup pintu.Setelah pintu ditutup, Wulan baru mengangkat kepalanya. Dia menatap Jelita, lalu beralih memandang Fani. Dia akhirnya mengerti sekarang, Fani sudah bukan pelayan miliknya. Fani mengkhianatinya, menjadikannya sosok yang dibenci dan diincar semua orang."Kenapa? Kenapa kamu melakukan ini padaku?" tanya Wulan lagi pada Fani.Ah, benar juga, Fani tidak bisa bicara. Wulan menoleh pada Jelita dan bertanya, "Bukannya kamu orang Sunaryo? Bukankah kamu tulus menolongku?"Jelita mengulum senyum tipis dan membalas, "Menolongmu? Aku hanya membantu Sunaryo, tapi ... kamu benar-benar mengecewakan, nggak berguna seperti sampah."Wulan menggertakkan gigi, menatap wajah wanita yang sedikit mirip dengan Anggi itu dengan penuh kebencian. Dia bertanya lagi, "Sebenarnya seperti apa wajah aslimu? Kamu orangnya Sunaryo atau Satya?""Aku

"Belas kasih?" gumam Wulan. Jelita telah membuang obat itu ke dalam pispot Fani, seorang pelayan rendahan! Bagaimana dia bisa berkata bahwa itu adalah bentuk belas kasih untuknya?"Jelita, nggak ada dendam di antara kita, bukan?" tanya Wulan. Meski sangat marah, dia tidak bisa melampiaskannya.Beberapa hari ini, Wulan begitu tersiksa dan menderita karena racun Anggi. Tabib istana dan para tabib lain sudah meresepkan obat, tetapi tidak satu pun yang bekerja seefektif obat dari Jelita.Sekarang sekujur tubuh Wulan terasa lega, sedikit pun tidak gatal. Jadi, meskipun obat Jelita tidak bisa menghilangkan racun, obat itu mampu menghilangkan rasa gatal. Wulan sangat membutuhkannya.Tidak ada dendam? Jelita menatap Wulan dengan sorot datar. Kemudian, dia menoleh pada Fani dan berkata, "Kalau dia mau, berikan obat itu padanya. Kalau dia nggak mau, simpanlah di suatu wadah. Suatu hari, dia pasti menginginkannya."Fani memandang botol porselen yang dibuang Jelita dan mengangguk. Dia lalu mengamb

Takut kalah dari Luis? Anggi tersenyum. Kalaupun dirinya kalah, kerugian apa yang akan dia dapatkan dari Luis?Anggi memikirkannya sejenak, lalu bertanya, "Katakan dulu, apa hadiahnya?"Luis menyahut, "Kalau kamu menang, aku akan menuruti apa pun perintahmu. Kalau aku menang, kamu juga harus menyetujui satu permintaanku.""Baiklah," ujar Anggi, tidak ingin merusak kesenangan Luis. Dia berpikir sejenak, lalu melanjutkan, "Sekarang dia pasti sangat frustrasi dan membutuhkan bantuan. Dia nggak akan bisa bertahan lama, jadi Yang Mulia pasti akan menerima kontaknya besok atau lusa."Luis mengatupkan bibirnya dan berkata, "Kalau begitu, aku hanya bisa memilih besok lusa.""Ya," sahut Anggi."Aih, aku merasa sudah kalah," keluh Luis.Anggi membalas dengan berpura-pura jengkel, "Apa kamu takut membuat janji padaku?""Tentu saja nggak," balas Luis. Yang bisa diberikannya pada Gigi bukanlah janji semata. Dia ingin melindungi wanita itu seumur hidupnya. Hanya saja, Luis merasa kesempatan untuk me