Semua Bab Sang PENEMBUS Batas: Bab 481 - Bab 490

"Dasar pelayan bodoh..! Kau sungguh tak mengerti kesukaan pembeli..! Maksudku, aku pesan dua gurame perjaka segar..! Seperti dua pemuda di meja itu..! Bawakan mereka ke sini untukku..!" seru Nyai Sekarwati pada sang pelayan. "A-apa. ?! Me-mereka..?!" kejut sang pelayan bukan olah-olah. Dia sampai berseru bingung, seraya menunjuk dengan telunjuk bergetar ke arah Panji dan Dirga. Sementara wajah polosnya menatap bingung ke arah Nyai Sekarwati.Braaghk..! Meledak sudah amarah Panji dan Dirga. Panji menggebrak meja seraya berdiri, disusul oleh Dirga yang juga ikut berdiri. Keduanya menatap tajam ke arah Nyai Sekarwati. "Hei..! Wanita tak tahu malu..! Apa maksudmu mempermalukan kami..?!" teriak Panji, seraya menunjuk ke arah muka Nyai Sekarwati. Sepasang mata Panji nampak berkilat tajam dipenuhi amarah. "Hihihiii..! Aku suka yang galak begini suamiku..! Biasanya yang galak-galak begini tahan lama diranjang..! Hihihii..!" seru Nyai Sekarwati pada suaminya, seraya tertawa mengikik kes

Para pendekar itu kini telah berbaris melingkar, di alun-alun istana. Mereka berbaris berdasarkan panji-panji, serta umbul-umbul yang sudah dipasang. Untuk menandai tempat mereka, berdasarkan wilayah asal pendekar itu masing-masing. Umbul-umbul itu bertuliskan nama 6 wilayah kerajaan. Mulai dari Kalpataru sebagai pusat, Pangkah, Shaba, Dhaka, Marapat, dan Galuga. Barisan melingkar para pendekar itu, secara otomatis membentuk sebuah arena kosong berbentuk lingkaran pula. Yang berada di tengah-tengah barisan melingkar itu. Suasana alun-alun nampak riuh rendah bergemuruh. Dengan segala percakapan para pendekar di dalam barisan, pembicaraan pembeli dan pedagang. Serta seruan-seruan panggilan dan sapaan, antar sesama rekan pendekar yang berjauhan di dalamnya. Ya, pertemuan akbar para pendekar ini bagaikan sebuah ajang reuni. Bagi para pendekar beda wilayah, yang lama tak saling bertemu. Segala kerinduan, kegembiraan, dan keharuan, bagai melengkapi suasana meriah dalam acara pertemuan

'Menunggu selama 6 bulan..? Itu bukanlah waktu yang sebentar. Namun semua kata-katanya benar. Jika dia mau, pasti dia bisa menghancurkan kerajaanku dalam sekejab. Aku percaya itu dengan melihat kekuatan dahsyat yang ditunjukkannya tadi. Namun apakah benar, jika di dunia ini ada ilmu yang bisa merubah seseorang, menjadi orang lain sesuai keinginannya..?' terjadi pertentangan, dalam bathin sang Maharaja. 'Baiklah. Aku akan tunggu selama 6 bulan pembuktian dari Elang. Jika memang dia tak bisa membuktikannya, maka apa boleh buat. Aku harus tega memenggal kepalanya di tengah alun-alun ini..!' akhirnya sang Maharaja merasa mantap, dalam mengambil keputusannya. Dia pun beranjak berdiri dari singgasananya. Bagaikan mengerti ada yang hendak dikatakan sang Maharaja. Kepala pengawalnya segera berseru keras memecah keheningan. Di tengah pertemuan pasca kemunculan Elang, yang 'menggetarkan' hati mereka semua. "Paduka Maharaja hendak memaklumatkan sesuatu..! Harap semua duduk..!" teriak san

"Luar biasa rencana Dimas Surapati, Paduka Prabu. Hamba sangat siap mendukung rencana itu, dengan sekuat daya kemampuan hamba..!" seru Mahapatih Giri Cakra bersemangat. Sesungguhnya dia hanya mencari muka belaka dalam pembicaraan itu. Bahkan dalam hati dia memendam rasa iri dan dengki terhadap Surapati, yang mendapat kehormatan dan dukungan penuh dari sang Maharaja Kumbadewa. Ya, sesuatu yang tidak sehat, biasanya berasal dari 'lingkungan' yang tak sehat pula. Demikianlah hal yang terjadi di kerajaan Palapa saat itu. Semua yang berada di istana dalem itu hanya memikirkan kejayaan, kemenangan, dan kepuasan ambisi mereka masing-masing. Tidak ada satu pun dari mereka yang berpikir akan akibat, dan kerugian yang pasti akan terjadi dengan adanya perang..! Karena baik yang menang ataupun kalah, tak akan ada yang mendapat keuntungan 100 persen..!*** Splashh..!! Sesosok tubuh terlontar dari gerbang dimensi, di atas langit Bukit Karang Waja. Sreth..! Seth..! "Hiahh..!" Wushh..!" So

"Siapp..!! Kami tak takut mati menghadapi penindasan ini Guru..!" seru sekalian murid-murid perguruan 'Belibis Emas'. Staph..! Brrrskk..! ... Brrshh..!! Sementara para prajurit pemanah mulai melesatkan panah api mereka. Untuk membakar bangunan perguruan Belibis Emas, yang memang sebagian besar memakai bahan papan dan jerami yang mudah terbakar. Api pun mulai mengepul, membakar bangunan perguruan. Asap mulai membumbung tinggi ke udara, di atas bangunan perguruan itu. "Siapkan pisau lempar kalian semua..! Kita berpencar di sekeliling bangunan, lalu melesat keluar bersama. Lalu melemparkan pisau ke arah pemanah bedebah itu..!!" seru sang Guru, memberikan arahan. "Siaapp...!!" seru serentak seluruh murid perguruan. Mereka segera menyiapkan pisau lempar mereka. Senjata yang memang merupakan senjata rahasia andalan, dari perguruan 'Belibis Emas' itu. Sementara itu, seorang pemuda nampak sedang membakar daging ayam hutan hasil buruannya. Posisinya berada di pinggir hutan, yang terle