Hari itu kembali istana dalem kerajaan Palapa menggelar pertemuan cukup penting. Karena kini telah hadir Guru Besar kerajaan Resi Mahapala didalam ruang dalem istana tersebut. Sang Resi tiba di kerajaan Palapa, tepat sebelum Surapati hendak kembali ke pulau Neraka. Hingga akhirnya Surapati mengurungkan niatnya kembali ke pulau Neraka, untuk sementara waktu. Surapati tetap berlaku hormat pada Guru pertamanya itu. Kendati secara level kemampuan, sepeetinya dia kini sudah berada di atas level gurunya itu. Namun sang Resi rupanya lebih memilih berbicara dengan sang Maharaja Kumbadewa secara pribadi terlebih dulu, di ruangan khusus sang Maharaja. Tempat dimana sang Resi selalu memberikan masukkan-masukkan, serta 'sugestinya' pada sang Maharaja. Wajar sang Resi melakukan hal itu. Karena dia tak ingin pengaruhnya hilang, pada diri sang Maharaja. Selama 1 hari lebih Resi Mahapala berada dalam kamar khusus sang Maharaja itu. Dan akhirnya pembicaraan pribadi mereka selesai. Surapati di
"Keparat kau pemuda usil..! Siapa kau..?!" Seth..! Taph..! Sentak Senopati Pranala, yang juga tengah dikeroyok oleh para murid Belibis Emas. Puluhan pisau lempar melesat ke arahnya bagai tanpa henti. Dia memaki Sandi Lanang, seraya melesat bersalto keluar dari kepungan, dan mendarat ringan di bumi. "Untuk apa mengenalku..?! Aku baik-baik saja tanpa mengenalmu..!" sahut cuek Sandi Lanang. Sungguh dalam hatinya dia muak sekali dengan model-model anjing penjilat kerajaan, macam Senopati Pranala itu. "Bedebah..!! Awas kalian..! Pasukkan mundurr..!!" Slaph..! Senopati Pranala langsung melesat kabur lebih dulu, setelah menyerukan pasukkannya untuk mundur. Sungguh contoh pemimpin 'bajingan' yang tak bertanggung jawab, atas pasukkan yang dipimpinnya. Bisa dikatakan, Senopati Pranala adalah seorang 'Pimpinan Pecundang', di mata para ksatria..! Semua prajurit kerajaan langsung lari tunggang langgang, menjauh secepatnya dari lokasi bekas pertempuran mereka. Terlihat sekali tiada rasa 'k
"Siapp..!! Kami tak takut mati menghadapi penindasan ini Guru..!" seru sekalian murid-murid perguruan 'Belibis Emas'. Staph..! Brrrskk..! ... Brrshh..!! Sementara para prajurit pemanah mulai melesatkan panah api mereka. Untuk membakar bangunan perguruan Belibis Emas, yang memang sebagian besar memakai bahan papan dan jerami yang mudah terbakar. Api pun mulai mengepul, membakar bangunan perguruan. Asap mulai membumbung tinggi ke udara, di atas bangunan perguruan itu. "Siapkan pisau lempar kalian semua..! Kita berpencar di sekeliling bangunan, lalu melesat keluar bersama. Lalu melemparkan pisau ke arah pemanah bedebah itu..!!" seru sang Guru, memberikan arahan. "Siaapp...!!" seru serentak seluruh murid perguruan. Mereka segera menyiapkan pisau lempar mereka. Senjata yang memang merupakan senjata rahasia andalan, dari perguruan 'Belibis Emas' itu. Sementara itu, seorang pemuda nampak sedang membakar daging ayam hutan hasil buruannya. Posisinya berada di pinggir hutan, yang terle
"Siapakah dua orang pemilik ajian 'Malih Rupa' yang masih tersisa itu, Ki Jagadnata..?" tanya sang Maharaja. "Maaf Paduka Yang Mulia. Hamba Begawan Sempani dari pertapaan Giripurwo, adalah salah satu dari pemilik ajian 'Malih Rupa' itu. Sedangkan pemilik lainnya adalah Resi Mahapala, dari Tlatah Palapa," Begawan Sempani akhirnya menyahuti pertanyaan sang Maharaja, yang sebenarnya ditujukan pada Ki Jagadnata itu. "Ahh..! Ternyata Resi Mahapala juga memiliki ilmu itu. Begawan Sempani, sungguh aku tidak mencurigaimu sebagai pelaku kejahatan itu. Sekarang tunjukkanlah cara kerja ilmu itu diterapkan di hadapanku," ucap sang Maharaja tegas. "Baik Paduka Yang Mulia. Sebagai contoh hamba akan coba menyerupai Ki Jagadnata," ucap Begawan Sempani. Lalu dia pun mulai memejamkan kedua matanya, fokus mencipta sosok Ki Jagadnata dalam heningnya. Nampak kedua telapak tangannya bertangkup di depan dada, dalam posisi bersila. Hening sejenak, lalu ... Sshhhp..! Gumpalan asap tebal tiba-tiba mun
"Luar biasa rencana Dimas Surapati, Paduka Prabu. Hamba sangat siap mendukung rencana itu, dengan sekuat daya kemampuan hamba..!" seru Mahapatih Giri Cakra bersemangat. Sesungguhnya dia hanya mencari muka belaka dalam pembicaraan itu. Bahkan dalam hati dia memendam rasa iri dan dengki terhadap Surapati, yang mendapat kehormatan dan dukungan penuh dari sang Maharaja Kumbadewa. Ya, sesuatu yang tidak sehat, biasanya berasal dari 'lingkungan' yang tak sehat pula. Demikianlah hal yang terjadi di kerajaan Palapa saat itu. Semua yang berada di istana dalem itu hanya memikirkan kejayaan, kemenangan, dan kepuasan ambisi mereka masing-masing. Tidak ada satu pun dari mereka yang berpikir akan akibat, dan kerugian yang pasti akan terjadi dengan adanya perang..! Karena baik yang menang ataupun kalah, tak akan ada yang mendapat keuntungan 100 persen..!*** Splashh..!! Sesosok tubuh terlontar dari gerbang dimensi, di atas langit Bukit Karang Waja. Sreth..! Seth..! "Hiahh..!" Wushh..!" So
"Eyang Guruchakra bermata tajam dalam hal ini Elang. Hanya ada dua orang, yang saat ini memiliki dan mempelajari aji 'Malih Rupa'. Mereka adalah Begawan Sempani dan Resi Mahapala. Dan hasil dari pembicaraan eyang dan Guruchakra saat itu. Guruchakra menduga kuat, jika orang yang menyamar menjadi dirimu. Dia adalah murid dari Resi Mahapala, yang pastinya memiliki dendam terhadapmu Elang. Karena kau telah menggagalkan dua pemberontakkan, dan membunuh dua saudara seperguruannya," sahut eyang Wilapasara. "Ahh..! Tidak hanya dua Eyang Wilapasara. Elang bahkan sudah menghabisi empat Panglima Petaka. Sehingga saat ini hanya tersisa seorang saja yaitu Panglima Badai, Surapati," ungkap Elang. Dia terkejut menyadari, bahwa pemfitnah dirinya ternyata kini bisa dipastikan adalah Panglima Badai, Surapati..! "Demi Hyang Widhi Yang Agung..! Pantas saja orang itu begitu dendam padamu Elang," ucap Eyang Wilapasara. "Panglima Surya dan Panglima Es terpaksa Elang habisi. Karena mereka hendak mele