Tous les chapitres de : Chapitre 71 - Chapitre 80

"Jadi, kamu serius mau menikah dengan Dani, Res?""Ya serius, Za... Dia bilang nggak mau pacaran, langsung mau melamarku. Aku bisa apa? Aku udah janji pada diriku, jika ada yang melamarku, aku akan menerimanya dengan lapang dada. Dan... Ternyata dia duluan yang Lamar aku. Jadi ya... " ucap Resti sembari memandang Zahra dan Zean bergantian."Ya Allah Resti... Aku seneeeeng banget akhirnya kamu mau mengakhiri masa lajangmu. Aku bener bener nggak nyangka kalau endingnya kamu beneran sama si bocah ingusan itu""Hahahaha, ya Alloh, ingusan dong.""Kamu sendiri dulu yang bilang ingusan. Dulu waktu aku masih serumah sama ibuk kalau kamu main kan sering godain dia. Waktu itu dia masih SMP kan. SMP apa SMA ya.. Itu deh pokoknya.""Hahahaha, iya ya Allah... Tapi btw, kelihatan banget ya? Kalau tuaan aku.""Enggak kok enggak. Dari tampilan masih kayak sepantaran. Tenang aja. Kalau sifat, aku jamin, beda banget 180 derajad sama kakaknya. Dani itu lebih dewasa, dia lebih ke bapak an sih auranya da

"Maaf, kalau di mata ibuk Zahra sudah sangat lancang ya, Zahra tampak bukan wanita baik baik ya Buk ? Maaf, di sini Zahra juga butuh bertahan hidup. Kalau hanya nungguin mas Dimas, mengandalkan Mas Dimas. Zahra... Ya Zahra nggak bisa apa-apa. Anak anak Zahra butuh makan, butuh biaya sekolah, keperluan harian mereka. Dan aku juga butuh itu juga. Aku paham kok, paham kalau aku masih masa Idah. Tapi bukan berarti aku harus diam di rumah kan? Dengan kondisi yang tidak memungkinkan. Apa iya aku biarkan anak aku kelaparan, apa iya aku biarkan anak aku putus sekolah, kan ibu tahu, semua tabungan Zahra serahkan ke ibuk untuk berobat Mas Dimas. Mas Dimas sekarang tidak bekerja, lantas kita dapat nafkah dari mana? Dari Dani memang punya inisiatif untuk memberi anak anak Nafkah. Itu sangat membantu untuk kami tapi tidak mengcover semuanya Buk. Biaya sekolah mereka mahal. Dan soal Zahra yang sakit tidak memberi kabar ibuk ataupun Mas Dimas, itu memang kemauanku sendiri. Karena apa, karena aku tid

Rimis hujan membasahi jalanan lumajang hingga malang kota. Angin yang berhembus mesra itu menyapa pria bertubuh tegap yang tengah duduk di pinggir balai kota sembari menunggu seseorang datang. Pandangannya tertuju pada beberapa orang yang tengah berlalu lalang dengan berbagai gaya nya. Dari situ dia juga bisa melihat berbagaiacam orang. ada yang menutupi kepalanya dengan tas, demi menghindari rimisan hujan, pun ada orang yang menyembunyikan tasnya agar tak kena rimis hujan.Sesekali ia juga melihat layar ponselnya seolah menunggu seseorang yang memberi kabar. Entah siapa,Hampir setengah jam, ia menunggu tiba tiba terdengar notifikasi dari ponselnya. Ia pun segera mengambilnya lagi dari saku jas nya. dan setelah itu, wajahnya tampak senyum sumringah. Mendapati semua sesuai dengan harapannya, walau dia harus sabar menunggu sang bidadari kembali membuka hati dan siap berlayar kembali.Saat yang bersamaan, lima menit setelahnya seorang yang tengah membuat janji dengannya itu pun datang.

Zahra tampak berdiri memandangi gunung lainnya di depan matanya yang tampak Indah. Sudah lama ia tak menikmati hidup seperti sekarang. Rasanya sesuatu hal yang wajib di syukuri."Mbak... Beruntung sekali ya, punya suami yang penyayang, sabar, mana tampan dan gagah pula. Meratukan banget, dari tadi aku mengamati kalian bak keluarga cemara. Aku jadi iri. Hehe." sapa salah seorang wisatawan lainnya pada Zahra, hingga Zahra membuyarkan lamunannya. Kemudian dia menengok ke arah anak-anak yang memang sejak tadi di temani Zean. Kini mereka tampak asik dengan buku gambar dan pewarnanya. Jajanannya mereka letakkan di pinggirnya."Ah, dia bukan Ayahnya mbak, dia Om nya.""Oalah, tak kira suaminya mbak. Soalnya kalian cocok sih, serasi. Jadi aku pikir suaminya. Maaf maaf."Zahra pun mengangguk sembari tersenyum tipis.Sekitar jam setengah dua menjelang sore mereka turun. Awalnya mereka belum mau turun, tapi ingat waktu yang sudah semakin sore dan masih ada tujuan lainnya. Akhirnya anak anak mau

"Hahaha, udah deh Dim, kerja yang bener, jangan halu mulu, nanti di omelin Mang Asep baru tau rasa! ""Siapa yang Halu, aku serius, aku nggak bohong kok, nggak halu juga! Nih, ya kalau kamu nggak percaya!" ucap Dimas pada rekan kerjanya. Tampaknya, dia mulai membual lagi. Kemudian dia meraih ponselnya dari dalam saku dan menunjukkan beberapa foto yang tersimpan di galerinya. Foto fotonya dengan Zahra saat masa masa belum terjadi badai. Foto foto romantis mereka juga."Loh, ini... Bukannya bu Zahra ya? Iya kan, bu Zahra? Yang manager konsultan itu kan? ""Ya iya, benar.""Lhhoooh, beda ya? Yang sekarang lebih cuantik e, tak pikir masih gadis. Waaah, berarti beneran ya Dim, kamu bukan orang sembarangan. Itu buktinya punya Istri macam bu Zahra gitu.""Ya iyalah. Kan tadi aku sudah bilang. Jadi sekarang aku lagi berjuang nih, dia lagi ngambek sama aku. Mangkanya aku harus perjuangkan dia, sebelum di ambil sama Bosmu yang mata keranjang itu!""Hah? Pak Ridwan?""Bukaaan. Itu si anaknya, si