“Apa kau siap?” bisik Mei Xiang di telingaku saat kami berjongkok di balik tumpukan kayu di sisi lorong. Napasnya hangat, tapi suaranya dingin seperti besi.“Siap seperti panah yang terhunus,” aku membalas, berusaha membuat nada yang lebih tenang dari yang kurasa. “Ingat rencananya: kau dan aku masuk lewat pintu samping, Wang Jian menunggu di titik pelarian, Xiao Lan memberi tanda bila ada perubahan.”“Kau yang pertama pegang kotak itu kalau kita nemu gulungan,” ujar Mei Xiang, matanya menyipit. “Jangan berhero-hero.”“Aku bukan tipe hero,” kataku. “Aku lebih mirip orang yang panik efektif.” Kami berdua tersenyum tipis, lalu menghela napas serentak. Suasana malam seperti menahan napas bersama kami.Xiao Lan muncul dari balik keranjang, suaranya nyaris tak terdengar. “Ayo. Pintu besi di sana,” ia menunjuk ke sebuah celah samar antara dua gudang. “Penjaga bergantian tiap tengah malam. Dua menit setelah lonceng, ada jeda. Kita masuk saat itu.”“Kita tunggu tanda darimu,” bisik Wang Jian
Last Updated : 2025-11-28 Read more