Semua Bab Pernikahan Dadakan : Dimanja Suami Presdir Yang Dingin: Bab 311 - Bab 320

“Ma-maaf atas ketidaksopanan putri saya, Pak Raynar. Kami mohon beri kami kesempatan,” pinta Helmi. Dia benar-benar berusaha meluluhkan hati Raynar dan Arunika agar perusahaannya tidak dibuat jatuh.“Bukan hanya tidak sopan. Dia juga sangat sombong, bahkan putrimu tidak mau intropeksi diri dan masih membully istriku. Apa kamu pikir aku akan dengan mudah memaafkan putrimu? Apa aku perlu membuatnya di DO dari kampus dan tidak diterima di kampus mana pun?” Raynar bicara dengan nada pelan tetapi penuh dengan penekanan.Helmi membulatkan bola mata lebar, begitu juga dengan ibu Mega yang panik dan takut.“Meg, minta maaflah. Tidak ada salahnya meminta maaf atas kesalahanmu. Kamu yang mulai, sekarang bertanggungjawablah,” pinta sang ibu dengan tatapan panik.Wanita paruh baya itu kebingungan karena dia melihat harga saham perusahaan suaminya anjlok ke titik nilai terendah dalam sejarah berdirinya perusahaan sang suami.Beberapa hari lagi saham itu terus turun, maka sudah bisa dipastikan kala

Hari itu Arunika masuk kampus dan baru saja selesai mengikuti kelas.Saat dia berjalan menuju kantin, beberapa mahasiswa lagi-lagi menatapnya aneh, membuat tak nyaman meskipun Arunika berusaha mengabaikan.“Iya, tadi sih katanya Mega berhenti kuliah.”Arunika menghentikan langkah mendengar suara mahasiswa yang berpapasan dengannya menyebut nama Mega.Arunika sadar, apa pun yang terjadi pada Mega, pada akhirnya akan terus disangkutpautkan dengannya karena dia bertengkar dengan Mega dan membuat kehebohan di fakultas.Arunika mengabaikan dengan terus melangkah, sampai dia bertemu dengan Gio.“Mau makan siang di kantin?” tanya Gio saat berdiri di depan Arunika.Arunika mengangguk kecil.“Lebih baik di kafe saja,” ucap Gio lagi, “aku juga mau makan siang, mau pergi bersama?” tanya Gio.“Boleh,” balas Arunika.Mereka pergi ke kantin. Keduanya sudah memesan makanan dan menunggu makanan dihidangkan.“Kantin bukan tempat yang ramah untukmu saat ini,” ucap Gio.Arunika terkesiap. Dia menatap Gi

Tommy pergi ke rumah Erik karena tahu kalau sahabatnya itu sudah pulang kerja. Sesampainya di sana, Tommy melihat Erik yang baru saja mau masuk rumah.“Ada apa lagi ke sini?” tanya Erik lalu membuka pintu rumah dan segera masuk disusul Tommy.“Akhir-akhir ini kamu bolak-balik ke sini membuatku bosan saja,” ucap Erik sambil meletakkan tas, lalu menggendong salah satu kucingnya.Erik membalikkan badan dan menatap pada Tommy yang baru saja merebahkan tubuh di atas sofa.“Aku tadi siang melamarnya.”Erik membulatkan bola mata lebar. Dia buru-buru menurunkan kucingnya, lalu berjalan mendekat menghampiri Tommy, kemudian duduk berhadapan dengan temannya itu.“Maksudmu melamar Winnie?” tanya Erik memastikan. “Iya, memangnya siapa lagi,” balas Tommy kesal dengan ucapan dan cara Erik menatapnya.“Lalu, bagaimana tanggapannya?” tanya Erik antusias ingin tahu.Lagi pula, Erik masih setengah tak percaya kalau Tommy benar-benar akan melamar Winnie. Erik berpikir Tommy akan melakukan pendekatan dul

Gio membawa segelas wine di tangannya. Dia mengedarkan pandangan, mencari meja kosong tetapi semuanya penuh.Para tamu di sana sangat antusias menikmati pesta itu. Mereka yang hadir tak ada yang cepat-cepat pulang, semuanya mengambil bagian dari pesta, membuat acara pesta itu semakin meriah.“Cari tempat duduk?”Gio mendengar suara Clara, dia menoleh dan melihat teman Arunika itu duduk di salah satu meja sendirian.“Duduklah di sini, kursinya kosong,” ucap Clara.Gio mengangguk, lalu dia menghampiri meja Clara. Gio menarik kursi, lalu duduk berhadapan dengan Clara.Clara tak memerhatikan Gio lagi. Dia menatap ke arah pemain orkestra yang sedang memainkan alat musik mereka hingga menciptakan sebuah nada indah.“Sejak kapan kenal Aru?” tanya Gio lalu menyesap wine yang ada di gelasnya.Clara menoleh pada Gio, dia tersenyum manis lalu menjawab, “Sejak kami SMA. Kami kuliah Strata satu bersama, lalu aku melanjutkan kuliah ke luar negeri setelah Aru menikah, dan aku secara khusus pulang de

Keesokan harinya. Clara menggerakkan kelopak mata perlahan karena mulai terusik dengan sinar matahari yang menembus melalui celah jendela dan gorden lalu merayap mengusik tidurnya.Clara mengangkat tangan, kemudian menekan kepalanya yang terasa berat karena efek alkohol yang dikonsumsinya semalam.“Akh … seharusnya aku tidak minum banyak semalam,” gumam Clara sambil memijat pelipisnya.Clara mencoba membuka mata perlahan. Lalu melihat sinar matahari dari balik gorden, menandakan jika hari sudah beranjak siang.Clara mengedip-ngedipkan kelopak mata, lalu beberapa saat kemudian kelopak matanya terbuka lebar. Dia mengingat sesuatu malam, lalu mengecek pakaiannya yang ternyata masih utuh.Clara menghela napas lega. Dia segera bangun dan mengedarkan pandangan, tidak ada siapa pun di sana selain dirinya.“Ya, Tuhan, Clara. Apa yang sudah kamu lakukan semalam?” Clara menggerutu sambil meremat rambut di kedua sisi kepala.Clara memasang wajah frustasi, dia samar-samar ingat kejadian semalam s