Angin musim kemarau bertiup tajam dari utara. Di halaman dalam Istana Giri Amerta, Raka berjalan pelan mengitari pelataran sambil menatap langit yang pucat. Di belakangnya, Ki Jatapala, kepala pengawas logistik militer, serta Nyi Cempaka, kepala urusan dagang, mengikuti dengan langkah penuh hormat."Pagi ini kami menerima kabar dari Nakhoda Wira, Gusti," ucap Nyi Cempaka, suaranya tenang namun getir. "Dua karavan pedagang kita yang melewati jalur Majaksana diadang oleh petugas kerajaan. Mereka dipaksa membayar upeti, meski barang dagangan sudah membayar bea di pelabuhan kita."Raka berhenti. Tangannya mengepal. "Berapa yang mereka rampas kali ini?""Delapan peti hasil rempah, empat keranjang emas dari tukar barang, dan dua kuda pembawa. Semua dibawa tanpa surat penyitaan. Bahkan pengawal dagang kita diancam dan dipukuli," lanjut Ki Jatapala."Laknat!" Raka membalikkan badan dengan sorot mata menyala. "Mereka menekan kita perlahan-lahan. Pertama dengan tekanan politik, lalu kini dengan
Terakhir Diperbarui : 2025-06-06 Baca selengkapnya