Suara lonceng kayu bergema dari menara sekolah Giri Amerta, menggema lembut ke seluruh penjuru Kali Bening. Hari baru dimulai. Debu tanah terangkat pelan oleh langkah kaki ratusan pelajar yang datang dari arah barat, utara, bahkan sejauh perbatasan timur Kerajaan Surya Manggala.Di bawah beringin besar, dua orang tua sedang duduk memperhatikan rombongan anak-anak muda yang datang berbaris rapi, membawa tas anyaman dan gulungan lontar. Salah satunya, Ki Tarang, tukang kayu tua dari Desa Ketangi, menggeleng pelan.“Lihatlah, Nyi. Dulu jalan ini cuma dilewati petani dan pedagang garam. Sekarang, langkah-langkah muda dari segala penjuru datang hendak berguru.”Nyi Sampar, istrinya, menyahut sambil menepuk lutut. “Berkat Lurah Raka. Tapi jangan sebut dia Lurah saja, Ki. Di pasar orang-orang menyebutnya Cendekiawan Besar dari Kali Bening.”Ki Tarang terkekeh. “Kalau begitu, nanti kita lihat, siapa duluan jadi cendekiawan, cucu kita atau anak bupati dari Kadipaten Kemuning yang katanya baru
Terakhir Diperbarui : 2025-05-31 Baca selengkapnya