All Chapters of Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah : Chapter 191 - Chapter 200

Pagi itu langit tak kalah muram dari hati yang mendung. Burung-burung enggan berkicau, seolah tahu bahwa kabar duka tengah menyelimuti hidup seseorang.Sebuah panggilan telepon dari pihak berwajib menghantarkan kabar mengerikan ke telinga Priambodo, sebuah kecelakaan tunggal, korban dua orang, dan salah satunya adalah… Rahmania.Tubuh Priambodo gemetar saat menyudahi panggilan. Dunia terasa berputar pelan. Ia mengenali nama yang disebutkan, Harris juga ada di dalam mobil itu.Dengan langkah gontai, ia menuju rumah sakit rujukan tempat para korban dievakuasi. Koridor rumah sakit terasa panjang dan asing, setiap detik berjalan seperti menyesakkan dada. Sesampainya di kamar jenazah, seorang tenaga medis menyambutnya dengan anggukan hening, lalu menarik perlahan kain putih yang menutupi tubuh di atas ranjang dingin itu.Wajah itu, meski penuh luka dan lebam, meski sudah dibalut kematian, masih sangat dikenalnya.Rahmania. Istrinya.Tubuh Priambodo lemas. Ia hampir terjatuh, namun menggeng

Wajah perempuan muda itu sangat mirip dengan wajah ibunya saat muda. Bahkan jika dibandingkan dengan keponakan-keponakannya, keturunan Adinegoro lain, tak ada yang punya kemiripan sedalam ini.Lamunannya buyar saat seorang pria muda bersama seorang anak kecil perempuan datang menghampiri sambil membawa beberapa mainan kecil.Priambodo mengambil langkah mundur, menyembunyikan dirinya di balik rak pajangan. Matanya tak lepas dari mereka. Priambodo masih berdiri di balik rak pajangan, pura-pura memperhatikan deretan buku motivasi, padahal seluruh perhatiannya tertuju pada tiga sosok tak jauh dari sana.Ternyata perempuan muda yang wajahnya menggetarkan memorinya, sedang bersama lelaki muda yang dikenalnya sebagai Rama Narendra. Pengusaha muda yang dia ketahui bukan hanya agresif dalam bisnis, tapi juga merebut istri orang. Priambodo yakin, perempuan muda dan anak kecil itu adalah istri dan anak Kevin.“Kenapa beli mainannya banyak banget?” tanya Cinta sambil menggelengkan kepala.Rasanya

Mobil mewah yang membawa Rama, Cinta, dan Chiara berhenti dengan halus di halaman depan panti asuhan yang pernah menjadi tempat Cinta tumbuh. Di sana, Bunda Aminah sudah menunggu dengan senyum hangat, dikelilingi oleh Tiara dan anak-anak panti lainnya yang tampak penuh antusias. Begitu pintu mobil dibuka, sorak-sorai kegembiraan segera memenuhi udara.Anak-anak panti berlarian mendekat, seraya memanggil nama Chiara, yang langsung keluar dari mobil dengan senyum ceria, tangan penuh mainan warna-warni yang ia bawa dari bagasi. Tak sabar, anak-anak langsung menyerbu Chiara, berebut mainan dengan tawa riang. Beberapa anak mengelilinginya, meminta hadiah, sementara Chiara dengan gembira membagikan satu per satu, tampak sangat bahagia bisa berbagi.Di sisi lain, Cinta mengeluarkan tumpukan buku-buku dari bagasi mobil dan menyerahkannya kepada Tiara yang menyambutnya dengan penuh rasa terima kasih. Tiara dengan sigap mengangkat buku-buku tersebut, matanya berkilau penuh rasa syukur.Tak lama

“Cinta…”Suara Bunda Aminah nyaris berbisik, pelan, tapi tajam. Ada nada kecewa yang tertangkap di telinga Cinta. Tapi tatap matanya lembut, seolah menuntut penjelasan, bukan penghakiman.Cinta tak sanggup menjawab, hanya bisa menunduk lebih dalam. Tangisnya pecah tanpa suara. Dalam hening itu, semua yang hadir seakan diseret ke dalam kenyataan yang pahit, sebuah aib yang selama ini disimpan rapat-rapat oleh Cinta, agar orang-orang yang menyayanginya tidak terluka.Rama mengepalkan tangannya, matanya merah menahan emosi, napasnya berat saat dia memandang mamanya yang masih berdiri dengan begitu arogannya.“Cukup, Ma!” ucap Rama tegas, suaranya dalam dan penuh tekanan. “Aku tidak akan biarkan Mama merendahkan Cinta seperti itu. Kalau memang harus ada yang disalahkan atas masa lalunya, maka salahkan aku. Semuanya karena aku.”Cinta mendongak cepat, matanya terbelalak mendengar pengakuan Rama, sementara Bunda Aminah menoleh dengan ekspresi bingung dan khawatir. Namun Widya hanya tersenyu

Mobil mewah Widya berhenti mulus di halaman utama. Ia turun dengan langkah cepat dan mata masih menyimpan sisa-sisa ketegangan. Saat memasuki ruang tengah, ia menemukan Arman sedang duduk di ruang kerja kecil, berbincang serius dengan Pak Wahyu, pria setengah baya, berwibawa dan sangat dihormati di kalangan internal keluarga Narendra.Pak Wahyu adalah orang lama dalam perusahaan keluarga, dikenal setia dan tak banyak bicara. Setelah Dion memutuskan menikah dengan Evita dan mengundurkan diri dari posisi asisten pribadi Rama, Pak Wahyu kembali ditunjuk oleh Arman untuk mendampingi Rama sebagai penasihat dan penghubung ke dewan direksi.Widya berhenti di ambang pintu, mendengarkan sepintas.“Pak Wahyu, saya ingin Rama dibimbing secara penuh. Tidak hanya soal bisnis, tapi juga soal manajemen konflik internal. Apalagi sekarang situasi keluarga sedang sensitif…”Pak Wahyu mengangguk. “Saya paham, Pak Arman. Kalau untuk urusan bisnis sepertinya saya yang harus banyak belajar sama Mas Rama. T