Pagi itu berbeda. Bukan karena aroma kopi yang harum atau sinar matahari yang hangat menembus jendela ruang makan. Tapi karena untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Esti dan Haris duduk berdua di meja makan, tanpa kata-kata pedih, tanpa tatapan yang saling menghindar.Mei dan Ais masih di kamar, sibuk memilih kaus kaki untuk sekolah.Di antara dua cangkir teh yang mengepulkan uap, Esti menatap Haris. Ia menarik napas, lalu berkata dengan nada tenang, “Kalau kita mau mulai lagi, aku mau kita sepakat, kita bukan melanjutkan dari tempat yang kemarin, kita mulai dari titik nol.”Haris mengangguk pelan. “Aku paham. Dan aku setuju.”“Aku ingin rumah ini jadi tempat aman buat anak-anak, dan buat kita juga. Tapi aku butuh batas,” lanjut Esti, menunduk sejenak. “Kita jalani ini pelan-pelan. Aku belum siap sepenuhnya, bukan karena aku masih marah. Tapi karena aku sedang belajar percaya lagi, pada diriku sendiri dan pada kamu.”Haris tampak menahan sesuatu dalam dadanya. Lalu ia menjawab, “
Terakhir Diperbarui : 2025-07-26 Baca selengkapnya