“Ayah, sarapan dulu, nanti takutnya lama menunggu antrian. Kalau Ayah belum makan, nanti kelaparan,” kata Esti sambil menyendokkan nasi ke piring ayahnya dengan lembut.“Ibu juga ikut, kan?” tanyanya sambil menoleh ke arah Bu Lina.“Enggak, Ibu di rumah saja,” jawab Bu Lina pelan, nada suaranya datar.“Oh, kirain Ibu ikut. Ayo kita sarapan, aku ambilkan nasi untuk Ibu ya?” Esti mencoba tetap ramah, menahan rasa kesal yang masih mengganjal hatinya.“Nggak usah, Ibu bisa ambil sendiri,” sahut Bu Lina singkat, menolak tawaran Esti.Esti terdiam sejenak, menelan rasa kecewa dan berusaha menetralkan emosinya. Meski begitu, tatapan matanya menyiratkan kekecewaan yang tersimpan rapat.Pak Rusdi dan Haris memperhatikan interaksi itu dari sudut ruangan. Haris tahu betul perasaan istrinya, meski Esti tersenyum dan bersikap ramah, hatinya masih terluka oleh sikap Bu Lina.“Oh,” Esti hanya mengeluarkan suara pelan sambil berusaha tersenyum. Dengan hati-hati, ia menyerahkan centong nasi kepada ibu
Terakhir Diperbarui : 2025-08-18 Baca selengkapnya