All Chapters of Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar: Chapter 111 - Chapter 120

Setelah boarding pass sudah di tangan dan koper mereka diserahkan ke bagasi, Evan dan Ivy langsung menuju lantai atas menuju lounge eksekutif. Proses pemeriksaan keamanan berjalan cepat tanpa antre panjang, karena jalur khusus untuk penumpang first class sudah disediakan.Ketika pengumuman keberangkatan untuk penerbangan ke Labuan Bajo terdengar, Evan mengecek boarding pass mereka lalu bangkit. Ivy ikut berdiri, dan mereka berjalan santai ke gate yang telah ditentukan. Petugas di pintu boarding langsung menyambut mereka begitu melihat label “First Class” di tiket. Tanpa harus antre panjang, mereka diarahkan melewati jalur khusus dan masuk lebih dulu ke pesawat.Begitu memasuki kabin, Ivy langsung melambat. Ini adalah kali pertamanya terbang menggunakan first class, dan kekaguman di wajahnya begitu jelas terlihat.Diam-diam Evan melirik ke arahnya. Senyum kecil muncul di sudut bibirnya saat melihat ekspresi Ivy yang begitu polos dan kagum. Ada sesuatu yang menyenangkan dari cara Ivy me

“Kamu nggak bilang ke Bunda soal kejadian kemarin?” tanya Ivy sambil menatap langsung ke arah Evan.Evan menoleh. “Kejadian apa?” Evan balik bertanya. “Kejadian waktu aku keguguran,” jawab Ivy.Evan terdiam sesaat. Tangannya refleks mengusap tengkuknya yang tidak gatal. “Oh, itu…” gumamnya.Ia menunduk sejenak, lalu kembali menatap Ivy dengan sorot mata yang lebih serius. “Saya emang nggak bilang ke bunda sama ayah tentang kamu yang keguguran, mereka tahunya kamu koma karena kecelakaan. Saya nggak mau bikin mereka tambah khawatir,” jelas Evan. Ivy mengangguk, ia bisa memahami alasan yang Evan berikan. Mungkin jika dirinya yang berada di posisi itu, ia juga akan melakukan hal yang sama.“Bagus deh kalau gitu,” ucap Ivy sambil tersenyum tipis.Beberapa detik berlalu dalam diam, Evan tetap menatap wajah cantik Ivy. Tatapannya lalu turun ke bibir Ivy yang berwarna alami dan sedikit mengering karena perjalanan panjang.Tanpa banyak bicara, Evan mendekat dan menempelkan bibirnya dengan bi

Beberapa saat kemudian, staf datang membawa nampan besar berisi pesanan mereka. Secara refleks, Ivy dan Evan melepaskan genggaman tangan mereka.Ikan kuah asam tersaji dalam mangkuk besar dengan kuah bening kekuningan yang masih mengepul. Di dalamnya ada potongan ikan segar, irisan tomat, daun kemangi, dan cabai rawit utuh. Aroma asam segar dari belimbing wuluh dan rempah-rempah langsung menggoda indera penciuman. Di sebelahnya, sepiring se’i sapi asap tersaji di atas piring kayu, potongan daging tipis, berwarna kecokelatan, dengan sedikit lapisan lemak di pinggirnya. Di sampingnya ada sambal lu’at berwarna merah kecokelatan yang tampak pedas, dan lalapan sederhana sebagai pelengkap. Tak ketinggalan semangkuk jagung bose disajikan. Makanan ini terbuat dari jagung yang dimasak hingga lembut bersama kacang-kacangan, santan, dan sedikit garam. Ivy mencicipi kuah ikan lebih dulu. Rasa asamnya segar, tidak terlalu tajam, berpadu dengan gurihnya ikan yang lembut di mulut. Ia mengangguk k

Keesokan paginya, Ivy terbangun ketika sinar matahari masuk melalui celah tirai yang belum tertutup rapat. Cahaya hangat itu menyentuh wajahnya, membuatnya perlahan membuka mata.Ia mengerjap beberapa kali, lalu menoleh ke sisi lain ranjang. Kosong. Evan tidak ada di sana.Ivy kemudian duduk di tepi ranjang untuk memijat pelipisnya sebentar. Ia bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Air hangat ia biarkan mengalir di kepalanya saat keramas, berharap bisa menyegarkan pikirannya.Setelah mandi, Ivy mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Ia membuka lemari dan memilih untuk mengenakan gaun bermotif bunga kecil dengan warna dasar putih. Ivy memandangi dirinya sebentar di cermin. Gaun tersebut terlihat pas di tubuhnya. Rambutnya yang masih agak basah dibiarkan terurai begitu saja. Tatapannya jatuh pada bayangan dirinya sendiri.Perlahan ekspresi wajahnya berubah. Perasaan bersalah mulai muncul begitu saja. Ia kembali teringat kejadian tadi malam. Tentang caranya menolak Evan, tentan

Setelah mandi untuk yang kedua kalinya di pagi ini, tubuh Ivy terasa menggigil. Ia kembali membalut dirinya dengan selimut hingga tubuhnya terasa hangat.Ivy juga kembali memakai dress motif bunga kecil, karena tadi baru dipakai sebentar. Ia menatap wajahnya di cermin, matanya tampak sembab. Ia menghela napas dan mulai memoles wajahnya dengan makeup.Setelah Ivy selesai bersiap-siap, ia menatap ke arah balkon. Evan belum juga beranjak dari sana. Sudah hampir lima belas menit Evan berada di balkon kamar untuk menerima telepon. Karena penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan oleh suaminya, Ivy memilih untuk mendekat ke arah balkon. Dari arah belakang, Ivy bisa melihat Evan yang tampak berdiri di ujung balkon sambil berkali-kali mengusap rambutnya."Memangnya tidak ada cara lain?" Suara Evan terdengar begitu pelan, membuat Ivy harus memasang telinganya.Evan kemudian tampak diam sejenak, hingga kemudian ia berkata, "Baiklah, akan saya usahakan, kalian tunggu saja. Saya tutup dulu, n