Hari-hari Naira di kota kecil itu berjalan lambat, seperti irama musik klasik yang mengalun di kejauhan. Ia hidup dalam kesederhanaan—mengajar anak-anak di sekolah kecil, membantu di dapur umum, dan sesekali menulis di buku hariannya yang baru. Namun, di sela-sela kesibukannya, hatinya tetap terpaut pada kenangan bersama Adrian. Ada malam-malam di mana ia terbangun karena mimpi tentang masa lalu. Ada pagi-pagi di mana ia berdiri terlalu lama di depan cermin, bertanya pada diri sendiri, apakah ia telah mengambil keputusan yang tepat. Naira tidak pernah benar-benar melupakan Adrian. Ia hanya berusaha bertahan. Seperti seseorang yang tenggelam, ia belajar menahan napas lebih lama, berharap pada akhirnya bisa mengapung ke permukaan. ** Di sisi lain kota, Adrian menelusuri jalanan sempit dengan langkah penuh tekad. Ia sudah bertanya ke beberapa penduduk lokal—penjaga toko roti, pemilik warung kopi, bahkan anak-anak yang bermain layangan di lapangan. "Maaf, Pak, tidak tahu," jawa
Last Updated : 2025-04-27 Read more