Tersandung Cinta Tuan Muda

Tersandung Cinta Tuan Muda

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-28
Oleh:  Melsya AuliaBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
101Bab
56Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Tersandung Cinta Tuan Muda Naira Putri tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis hanya karena satu kesalahan kecil—menumpahkan kopi ke jas seorang pria asing yang dingin dan arogan. Pria itu adalah Adrian Alexander, pewaris konglomerat terkenal, yang sejak awal sudah menilai Naira sebagai gadis ceroboh dan tak tahu diri. Namun, takdir mempermainkan mereka. Dalam keadaan putus asa akibat tekanan keluarga, Adrian justru mengajukan tawaran yang tak bisa Naira tolak: pernikahan kontrak dengan syarat yang mengikat. Bagi Naira, ini adalah kesempatan untuk keluar dari masalah finansialnya. Bagi Adrian, ini hanyalah permainan untuk menenangkan keluarganya yang terus mendesaknya menikah. Seiring berjalannya waktu, batasan di antara mereka mulai kabur. Tatapan dingin Adrian perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam, lebih berbahaya. Tapi di balik pernikahan ini, tersembunyi rahasia besar yang bisa menghancurkan segalanya. Ketika hati mulai terlibat dan masa lalu kembali menghantui, mampukah mereka bertahan? Atau perasaan yang tumbuh ini justru akan menjadi kehancuran bagi keduanya?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1 Kopi dan Kesalahan Fatal

Kehidupan Naira Putri selalu berjalan dalam batas normal. Pagi dimulai dengan alarm yang berdering keras, membangunkannya dari tidur yang selalu terasa kurang. Sebagai seorang gadis sederhana yang bekerja di sebuah kafe kecil di pusat kota, rutinitasnya tidak pernah berubah. Ia bukan siapa-siapa. Tidak ada yang mengenalnya, dan tidak ada yang peduli pada kehadirannya.

Namun, hari ini berbeda.

Pagi itu, udara masih dingin meski matahari mulai menampakkan sinarnya. Naira sudah berdiri di belakang konter, mengenakan seragam kafe berwarna cokelat dengan celemek hitam yang sudah mulai pudar warnanya. Tangannya sibuk meracik pesanan, sementara pikirannya melayang ke hal lain—tagihan kos yang belum terbayar dan pekerjaan tambahan yang harus ia cari untuk menutupi semua itu.

“Naira, pesanan meja lima sudah siap?” suara Sinta, sahabat sekaligus rekan kerjanya, menyadarkannya dari lamunannya.

“Sebentar, hampir selesai,” jawab Naira sambil menuangkan espresso ke dalam cangkir porselen putih. Tangannya cekatan menambahkan susu hangat hingga menghasilkan latte art berbentuk hati yang sempurna.

Dengan langkah cepat, Naira membawa nampan berisi pesanan ke meja lima, tanpa menyadari bahwa di meja itu duduk seseorang yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Seorang pria dengan jas hitam mahal duduk di sana. Posturnya tegap, aura dinginnya terasa bahkan sebelum Naira benar-benar mendekat. Rambut hitamnya tertata sempurna, matanya tajam menatap layar ponsel, dan ekspresi wajahnya penuh ketidakpedulian terhadap dunia sekitarnya.

Naira menelan ludah.

Ia sudah terbiasa melayani berbagai macam pelanggan—mulai dari yang ramah hingga yang paling menyebalkan. Tapi pria ini berbeda. Entah kenapa, hawa di sekitarnya terasa begitu menekan.

Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menyunggingkan senyum profesionalnya. “Selamat pagi, ini pesanan Anda, Tuan.”

Tanpa menjawab, pria itu hanya sedikit mengangkat kepalanya, sekilas menatap Naira sebelum kembali fokus pada ponselnya.

Baiklah, angkuh sekali, batin Naira.

Ia baru saja hendak meletakkan cangkir di meja, ketika tiba-tiba seseorang dari belakang menabraknya.

BRUKK!

Cangkir porselen itu melayang dari tangannya dan dalam hitungan detik, isinya tumpah tepat ke jas mahal pria itu.

Naira membeku.

Seluruh kafe terdiam. Beberapa pelanggan menoleh ke arah mereka, terkejut dengan kejadian itu.

Naira menatap jas pria itu yang sekarang basah dengan noda kopi kecokelatan. Ia mendongak, hanya untuk menemukan tatapan tajam yang begitu dingin.

Pria itu bangkit dari kursinya, merapikan jasnya yang terkena noda dengan gerakan pelan namun penuh tekanan.

“Apakah ini cara kafe ini melayani pelanggan?” suaranya rendah, tapi nada mengancamnya begitu terasa.

Naira membuka mulutnya, tapi kata-kata seakan tertahan di tenggorokannya.

“A-aku… aku benar-benar minta maaf, Tuan. Aku tidak sengaja,” ucapnya terbata.

Sinta yang berdiri tak jauh dari sana buru-buru mendekat. “Naira, cepat ambil serbet!”

Naira mengangguk panik dan dengan cepat meraih serbet dari konter, lalu mencoba membersihkan noda kopi itu. Namun, ketika tangannya hampir menyentuh jas pria tersebut, sebuah tangan besar menepisnya dengan kasar.

“Jangan sentuh,” katanya dingin.

Naira terperanjat. Ia mendongak dan kembali bertemu dengan mata gelap yang menatapnya tanpa belas kasihan.

“Maaf, aku hanya ingin—”

“Kau pikir permintaan maaf bisa menyelesaikan semuanya?” pria itu menyela, nada suaranya lebih tajam dari sebelumnya.

Naira menggigit bibirnya, merasa bersalah sekaligus ketakutan.

“Aku… aku bisa mengganti jasmu jika kau mau,” katanya, meski dalam hati ia tahu itu mustahil. Jas yang dipakai pria itu jelas bukan barang murah.

Pria itu menyeringai kecil, tapi itu bukan senyuman ramah. “Oh? Kau bisa menggantinya?”

Naira mengangguk cepat, meski jantungnya berdebar kencang.

“Baik,” pria itu berkata, lalu mengambil ponselnya. Jari-jarinya lincah mengetik sesuatu sebelum kemudian menatap Naira lagi. “Aku baru saja menghubungi asistanku. Harga jas ini sekitar dua puluh juta rupiah. Kau bisa menggantinya, bukan?”

Naira merasa seluruh darahnya menghilang dari tubuhnya.

“D-dua puluh juta?” ia tergagap.

Pria itu menatapnya dengan tatapan puas melihat keterkejutannya. “Apa? Kau tidak bisa menggantinya?”

Naira terdiam. Tentu saja ia tidak bisa. Bahkan untuk membayar uang kos saja ia kesulitan, apalagi mengganti jas yang harganya setara dengan penghasilannya selama berbulan-bulan.

Melihat wajah panik gadis di depannya, pria itu menghela napas seolah kesal. “Kalau begitu, kau harus bertanggung jawab dengan cara lain.”

Jantung Naira berdegup lebih kencang. “C-cara lain?”

Pria itu menyeringai kecil. “Mulai sekarang, kau bekerja untukku sampai hutangmu lunas.”

Naira tertegun. “Maksudmu…?”

Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, menatapnya dengan penuh superioritas.

“Mulai besok, kau adalah asisten pribadiku. Aku tidak peduli bagaimana caranya, tapi kau akan melunasi jas ini dengan bekerja untukku.”

Naira menatapnya dengan mata terbelalak. Ia ingin menolak. Ia ingin mengatakan tidak. Tapi bagaimana bisa?

Ia tidak punya uang, tidak punya pilihan, dan yang lebih buruk lagi, pria ini tampaknya tidak akan menerima penolakan.

Tanpa sadar, ia baru saja menyeret dirinya ke dalam masalah yang lebih besar dari sekadar menumpahkan kopi.

Dan itu adalah awal dari segalanya.

Naira masih tertegun di tempatnya, berusaha mencerna setiap kata yang baru saja keluar dari mulut pria itu.

Asisten pribadinya?

Bekerja untuk pria asing yang bahkan namanya pun tidak ia ketahui?

Pikiran itu membuat tengkuknya meremang. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Dengan keadaannya saat ini, mencari pekerjaan baru dalam waktu singkat adalah hal mustahil. Satu-satunya pilihan yang tersisa adalah menerima tawaran pria itu—meskipun ia tidak yakin apakah itu benar-benar tawaran atau ancaman terselubung.

Sinta yang masih berdiri di sebelahnya menyikut lengannya pelan. “Naira, kau baik-baik saja?” bisiknya, terlihat sama terkejutnya.

Naira mengangguk pelan, meski dalam hatinya ia tahu ia jauh dari kata baik-baik saja.

Pria itu, yang masih belum menyebutkan namanya, mengangkat alisnya. “Jadi?”

Naira menelan ludahnya. “Apa aku punya pilihan lain?”

Pria itu menyeringai tipis. “Tidak.”

Jawabannya begitu tegas dan penuh kepastian, membuat Naira merasa seolah dirinya baru saja menandatangani kontrak dengan iblis.

Namun, sebelum ia bisa berkata lebih jauh, suara lain memotong percakapan mereka.

“Revan, ada masalah?”

Naira menoleh ke arah sumber suara dan menemukan seorang pria lain yang tidak kalah berkarisma dari pria pertama. Berbeda dengan pria berjas hitam di hadapannya yang memiliki aura dingin dan menekan, pria ini terlihat lebih santai dengan senyum ramah di wajahnya.

Revan? Jadi itu nama pria ini?

“Tidak ada masalah, Rico,” jawab Revan singkat. “Hanya seseorang yang harus membayar hutangnya.”

Rico menatap Naira sejenak, lalu kembali menoleh ke Revan dengan ekspresi tertarik. “Dan kau memilih menjadikannya asisten pribadimu?”

Revan mengangkat bahu. “Dia harus bertanggung jawab atas kesalahannya.”

Rico terkekeh pelan. “Kau selalu punya cara unik dalam menyelesaikan masalah, Revan.”

Naira merasa seperti boneka yang tengah diperbincangkan tanpa bisa memberikan pendapatnya sendiri. Tapi, apa yang bisa ia katakan? Ia benar-benar berada dalam posisi yang sulit.

“Baiklah.” Rico akhirnya menatap Naira. “Kalau kau bekerja dengan Revan, pastikan kau siap. Dia bukan bos yang mudah.”

Naira menelan ludahnya. Apa yang baru saja Rico katakan semakin membuatnya gugup.

Sebelum percakapan itu berlanjut, suara bel pintu kafe berbunyi, menandakan ada pelanggan lain yang masuk. Sinta buru-buru menarik Naira menjauh dan berbisik, “Naira, kau yakin dengan ini?”

Naira menghembuskan napas panjang. “Aku tidak punya pilihan lain, Sin.”

Sinta menggigit bibirnya. “Tapi kau bahkan tidak tahu dia siapa! Bagaimana kalau dia penjahat?”

Naira mengangguk kecil. Itu juga yang ada di pikirannya.

Namun, sebelum ia bisa memberikan jawaban, ponselnya bergetar di saku celemeknya. Dengan cepat, ia mengeluarkannya dan melihat sebuah pesan masuk.

"Datang ke kantor besok pagi pukul 08.00. Jangan terlambat. - Revan Alexander"

Matanya membesar.

Revan Alexander? Nama itu terdengar familiar, tapi ia tidak bisa langsung mengingat dari mana.

Melihat ekspresi bingung Naira, Sinta ikut melongok ke layar ponselnya. Seketika, mata sahabatnya itu membulat. “Revan Alexander?! Maksudmu Revan Alexander, CEO R.A Group?!”

Jantung Naira seketika mencelos.

R.A Group—salah satu perusahaan terbesar di negeri ini, dikenal sebagai raksasa bisnis yang bergerak di berbagai bidang, mulai dari properti hingga teknologi. Dan Revan Alexander adalah sosok pemimpin muda yang disebut-sebut sebagai pria jenius, kejam, dan nyaris tak tersentuh oleh skandal.

Naira menatap pesan itu sekali lagi, lalu mengalihkan pandangannya ke pria di meja lima yang masih berdiri dengan tatapan tenangnya.

Revan Alexander.

CEO muda yang dingin dan tak berperasaan.

Dan kini, ia harus bekerja untuknya.

---

Keesokan Harinya

Naira berdiri di depan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di pusat kota. R.A Group. Tempat di mana ia akan bekerja mulai hari ini.

Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri, sebelum melangkah masuk ke dalam lobi megah yang lantainya berkilauan seperti cermin.

Seorang resepsionis dengan senyum profesional menyambutnya. “Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?”

Naira menggenggam tali tasnya erat-erat. “Saya… saya datang untuk menemui Tuan Revan Alexander.”

Resepsionis itu menatapnya dari atas ke bawah, jelas menilai penampilannya yang sederhana. Namun, ia tidak berkata apa-apa selain mengangguk dan menghubungi seseorang melalui telepon di mejanya.

Tak lama kemudian, seorang pria bertubuh tegap datang menghampiri. “Ikut saya.”

Naira menelan ludah dan mengikuti pria itu menuju lift. Sepanjang perjalanan, jantungnya berdebar kencang.

Begitu lift tiba di lantai teratas, pintu terbuka, memperlihatkan sebuah ruangan luas dengan pemandangan kota yang menakjubkan.

Dan di balik meja kerja besar di tengah ruangan, Revan duduk dengan ekspresi dinginnya yang biasa.

Tanpa mengangkat kepalanya, ia berkata, “Kau terlambat.”

Naira terkejut. Ia langsung melihat jam tangannya—pukul 07.58. “T-tapi masih dua menit sebelum pukul 08.00!”

Revan akhirnya menatapnya, matanya penuh ketidakpedulian. “Di duniaku, lima menit sebelum waktu yang ditentukan sudah dianggap terlambat.”

Naira mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Baru beberapa detik ia berada di sini, tapi ia sudah bisa merasakan bahwa bekerja dengan pria ini tidak akan mudah.

Tanpa memberi kesempatan lebih lama, Revan berdiri dan berjalan mendekatinya. “Mulai hari ini, kau adalah asistennya pribadiku. Dan ada satu aturan utama yang harus kau patuhi…”

Naira menahan napas. “Apa itu?”

Revan menatapnya tajam. “Jangan pernah menolak perintahku.”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
101 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status