Lahat ng Kabanata ng Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan : Kabanata 41 - Kabanata 50

Ilona yang semula ingin bersikap masa bodoh dengan apa yang terjadi mendadak penasaran. Setelah Reinhard dan asisten pribadi lelaki itu tidak terlihat lagi, ia langsung beranjak dari kursinya. Wanita itu menyadari jika beberapa pelayan yang berkeliaran di sekitarnya, oleh sebab itu ia berjalan santai untuk menyamarkan tujuan sebenarnya. Sayup-sayup suara bising yang terdengar dari arah luar membuat Ilona semakin mempercepat langkahnya. Di dekat pintu utama rumah ini sudah ramai oleh beberapa orang, termasuk Reinhard dan asisten lelaki itu. Ada satu orang yang mencuri perhatian Ilona, yaitu keberadaan seorang wanita yang pernah dirinya temui sebelumnya. Ilona masih ingat jika perempuan yang tampaknya sedang berdebat dengan Reinhard itu adalah mantan tunangan lelaki itu. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, sengaja ingin menyaksikan pertengkaran itu. “Wah, ternyata ada tamu spesial yang datang, kenapa tidak langsung disuruh masuk saja?” sapa Ilona menginterupsi perdebatan yang t

Ilona dan Reinhard serempak menoleh ke sumber suara. Keduanya sama-sama terkejut melihat siapa yang menimbulkan suara itu. Decakan samar lolos dari mulut Reinhard, lelaki itu terpaksa melepaskan Ilona dari kukungannya dan duduk di samping wanita itu. Wajah Ilona yang semula merah padam karena emosi yang membumbung tinggi kini berubah menjadi rona malu. Wanita itu menunduk, ia terbelalak saat menyadari beberapa kancing bagian atas baju tidurnya yang terbuka. Buru-buru Ilona kembali merapikan pakaiannya. Ilona tak menyangka jika Merisa—mantan tunangan Reinhard itu masih berada di sini. Ia mengira wanita itu sudah pergi, karena mereka hanya berpapasan tadi pagi saja. Dan sialnya, wanita yang terlihat begitu membencinya itu malah memergoki dirinya dengan Reinhard di sini. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Reinhard dingin. “Bukankah kamu mengatakan ingin pulang tadi? Kenapa kamu masih berada di sini? Kurasa urusanmu di sini sudah selesai,” sambung lelaki itu dengan tatapan sinis.

Ilona mencoba menggali ingatannya barang kali dirinya memang pernah mendatangi tempat ini sebelumnya. Namun, hasilnya nihil, tempat ini benar-benar terasa asing untuknya. Ruangan tempatnya berada ini tidak terlalu besar, mirip kamar tidur minimalis. Hampir seukuran dengan kamarnya dulu, namun yang ini lebih mewah. Ada sebuah lemari kayu berukuran sedang, laci kecil, dan sebuah ranjang queen size yang tadi Ilona tempati. Sementara dinding temboknya dilapisi dengan cat berwarna abu-abu. Sekilas memang terlihat sederhana, namun ia menyadari jika benda-benda yang tersedia di sini bukannya barang murahan. Ingatan Ilona kembali tertarik pada peristiwa yang terjadi beberapa waktu silam. Saat Reinhard dengan tega menjualnya di sebuah club malam. Kepanikannya semakin mencuat. Tetapi, dirinya sedang hamil saat ini, mungkin kah Reinhard setega itu padanya?Tak ingin terlalu lama menerka apa yang terjadi sebenarnya, Ilona memberanikan diri untuk membuka pintu yang tersedia di ujung ruangan itu.

Ilona terbelalak dan spontan memekik ketika mendengar bunyi pecahan figura itu. Kalau saja dirinya tidak segera melangkah mundur, bisa dipastikan pecahan kaca itu akan mengenai kakinya. Jantungnya mulai berpacu dua kali lebih cepat, tak berani melirik ke arah Reinhard sama sekali. Karena bisa dipastikan seberapa murkanya lelaki itu. Ilona langsung membungkukkan tubuhnya, hendak meraih figura yang tidak sengaja dirinya hancurkan. Ia hanya ingin meletakkan figura tersebut di tempat asalnya. Namun, dirinya terlalu ceroboh sampai membuat benda itu terlepas dari tangannya. Tiba-tiba tangan Ilona ditepis kasar oleh Reinhard hingga tubuhnya terhitung ke belakang. Untung saja ia sempat menahan tubuhnya sebelum menghantam kaki meja yang ada di belakangnya. Lelehan darah yang keluar dari jemari Reinhard membuatnya menyadari jika lelaki itu tak sengaja menyentuh serpihan kaca ketika menyingkirkan tangannya.“Berani-beraninya kamu menyentuh foto keluargaku! Dan sekarang kamu juga menghancurkann

Ilona melirik lelaki yang masih terlelap di sampingnya dengan senyum sinis. Semalam dirinya memang seperti menyerahkan diri pada lelaki itu. Padahal, sesungguhnya ia hanya ingin menggunakan cara lain untuk menghadapi Reinhard. Berbagai cara kasar telah Ilona lakukan untuk melepaskan diri ataupun membalas perbuatan Reinhard. Satu-satunya cara yang belum dirinya lakukan adalah pasrah, seolah-olah menerima semua perlakuan lelaki itu. Jujur saja, sejak awal Ilona memang tidak berniat melakukan itu. Apalagi Reinhard termasuk tipikal orang yang suka menindas orang lemah. Namun, tidak ada salahnya juga mencoba cara ini sekarang. Siapa tahu saja cara ini lebih membuahkan hasil yang memuaskan dari cara-cara sebelumnya. “Sudah puas menatap wajahku?” gumam Reinhard dengan suara serak. Kelopak mata lelaki itu yang tadinya tertutup kini terbuka. Sepasang netra hitam pekat dengan sinarnya yang menyorot tajam langsung terlihat. Ilona yang terkejut spontan me