Setelah meninggalkan Reinhard--mantan kekasihnya saat sekarat, Ilona malah kembali berurusan dengan lelaki itu karena utang keluarganya. "Menikahlah denganku. Aku anggap utang keluargamu lunas." "Gila! Kamu sudah punya tunangan!" Akhirnya, Ilona terpaksa menikah dengan Reinhard karena tak memiliki pilihan lain. Terlebih, ia membutuhkan banyak uang untuk biaya pengobatan ibunya. Banyak kesalahpaham di antara mereka yang mulai terungkap. Namun, di saat hubungan mereka membaik, terungkap fakta yang menciptakan badai di pernikahan mereka.
View More“Menikahlah denganku, aku anggap utang keluargamu lunas.”
“Apa kamu gila?! Kamu sudah punya tunangan!” Emosi Ilona mendidih mendengar permintaan enteng itu dari seseorang yang sudah memiliki tunangan. Kemarin, seseorang yang mengaku orang suruhan Reinhard datang ke rumahnya. Orang itu berkata jika Reinhard ingin dirinya membayar utang dengan ‘mengabdi' seumur hidup. Ilona berpikir pengabdian tersebut adalah bekerja pada lelaki itu. Ilona pun tak keberatan karena dirinya bingung membagi keuangannya untuk utang di berbagai tempat. Namun, begitu sampai di sini, dirinya malah mendapat kejutan yang luar biasa. Pengabdian yang Reinhard maksud bukan seperti dalam pikirannya. “Itu urusanku, bukan urusanmu,” jawab Reinhard santai, seolah-olah itu bukan masalah besar. “Aku tidak mau!” tolak Ilona tegas. Ilona tidak mau menjadi duri dalam hubungan orang lain. Masalahnya sudah sangat banyak dan tidak perlu ditambah lagi. Ia datang kemari demi solusi atas utang-utang keluarganya pada Reinhard. Bukan untuk mengikuti kegilaan lelaki itu. “Kamu masih sombong. Sama seperti dulu!” cibir Reinhard. “Kalau kamu merasa sanggup melunasi utang keluargamu, mana uangnya? Selama bertahun-tahun kamu tidak pernah berusaha melunasinya!” Kedua tangan Ilona mengepal di sisi tubuhnya. “Beri aku waktu!” Bukannya ingin lepas tangan atau berpura-pura melupakan utang tersebut. Ilona masih kesulitan mengatur keuangannya sampai sekarang. Utangnya bukan hanya pada Reinhard saja, namun juga pada pihak lain. Hingga sertifikat rumahnya pun telah ia gadaikan. Selama tiga tahun ini Reinhard tak pernah mengusiknya, Ilona mengira lelaki itu masih sabat menunggu hingga dirinya bisa melunasi semuanya. Namun, ternyata di balik ketenangan lelaki itu, tersimpan rencana licik yang sangat tidak masuk akal. “Sampai kapan? Sudah 3 tahun dan belum ada tanda-tanda kamu akan membayar utangmu.” Reinhard melipat tangan di depan dada. Tampak meragukan ucapan Ilona. “Aku akan melunasinya! Tapi, bukan dengan gila yang kamu inginkan!” Ilona tak bisa berjanji kapan akan melunasi utang tersebut. Namun, ia akan berusaha mencari uang lebih. “Dan satu lagi. Aku punya kekasih, jadi kamu tidak bisa seenaknya!” Reinhard bangkit dari kursi kebesarannya dan menghampiri Ilona yang berdiri kaku di dekat pintu dengan tatapan berapi-api. Sebelah sudut bibirnya terangkat membentuk senyum sinis. Ia sengaja mengangkat dagu Ilona yang menatap dengan begitu berani. “Kekasih? Kurasa kita belum putus. Dia bukan kekasihmu, dia selingkuhanmu,” bisik Reinhard di samping telinga Ilona. Ilona menghempas tangan Reinhard dari dagunya. Matanya semakin menyorot berapi-api ke arah lelaki itu. “Bagiku, semuanya sudah berakhir! Aku akan melunasi utang-utangku secepatnya!” Ilona mendorong Reinhard dan bergegas pergi dari sana. Kedatangannya ke tempat ini hanya membuang waktunya saja. Ia pikir Reinhard akan benar-benar mempekerjakannya. Itu jauh lebih baik dibanding dirinya harus menikah dengan lelaki itu. “Waktumu hanya satu minggu. Uang itu harus ada dalam satu minggu!” seru Reinhard yang masih berdiri di tempat yang sama. “Kamu akan kembali padaku.” Ilona melanjutkan langkah dan bergegas keluar dari ruangan itu sebelum kewarasannya menghilang. Ia menyumpahi Reinhard selama di dalam lift. Lelaki itu benar-benar berubah menjadi sosok yang tak dirinya kenali sama sekali. Dan itu juga karena ulahnya. Menggunakan motor usangnya, Ilona pergi dari area gedung pencakar langit itu. Ia sampai harus izin sebentar di tempat kerjanya demi mendatangi kantor Reinhard. Namun, ternyata lelaki itu hanya ingin mengerjainya. Seharusnya, dirinya tak perlu membuang waktu untuk datang ke sana. Kemacetan menjelang jam makan siang membuat Ilona terjebak lebih lama di perjalanan. Padahal, seharusnya ia sudah sampai di hotel dan melanjutkan pekerjaannya. Begitu tiba di hotel, Ilona langsung menemui rekan kerjanya yang ia minta menghandle pekerjaannya selama dirinya pergi. “Apa aku pergi terlalu lama? Maafkan aku. Aku tidak tahu akan terjebak macet—” “Bu Xena memanggilmu ke ruangannya,” potong teman sejawat Ilona itu. Ekspresinya menunjukkan jika ada sesuatu yanh buruk. “Oke. Terima kasih. Kamu kerjakan bagianmu saja. Biar aku yang melanjutkan bagianku. Maaf merepotkanmu,” jawab Ilona sebelum memacu langkah menuju ruangan managernya. Ilona pikir temannya berekspresi aneh saat melihatnya karena kesal harus menghandle pekerjaannya juga. Namun, begitu masuk ke ruangan sang manager, ia langsung tahu alasannya. Sang manager yang biasanya selalu ramah padanya pun tampak berbeda. “Ilona, laporan kinerja kamu menurun bulan ini. Saya terpaksa mengeluarkan kamu. Hotel ini membutuhkan karyawan yang kompeten. Saya minta maaf karena pemberitahuannya mendadak,” tutur sang manager. “Tapi, Bu. Saya rasa kinerja saya sama seperti bulan-bulan sebelumnya. Bu, tolong jangan pecat saya. Saya berjanji akan memperbaiki kinerja saya ke depannya. Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini,” mohon Ilona dengan mata berkaca-kaca. Bulan lalu Ilona mendapat penghargaan karyawan terbaik. Seharusnya, tidak ada masalah dengan kinerjanya. Setiap harinya, ia juga selalu mengerjakan seluruh tugasnya sepenuh hati. Sebab, dirinya benar-benar membutuhkan pekerjaan ini. Menjadi housekeeping di hotel ini adalah satu-satunya pekerjaan yang ia miliki. Penghasilannya pun masih belum cukup untuk melunasi utang-utangnya. Apalagi jika dirinya dikeluarkan dari sini. Mencari pekerjaan baru bukanlah hal yang mudah. Sang manager menggeleng. “Pak Reinhard sedang melakukan evaluasi besar-besaran. Dan yang terdampak bukan hanya kamu. Maaf, saya tidak bisa membantu.” “Dan untuk gajimu bulan ini, baru bisa diambil minggu depan. Nanti saya transfer ke rekening kamu, seperti biasa. Terima kasih atas kerja samanya selama ini, Ilona,” imbuh wanita itu. Reinhard benar-benar ingin menjebaknya. Ilona baru ingat jika hotel ini juga merupakan salah satu cabang multibisnis yang Reinhard jalani. Selama ini lelaki itu tak pernah mengusiknya. Oleh karena itu, ia yakin Reinhard tak akan mengusiknya di sini. Ilona memejamkan mata sejenak dan menghela napas pelan. “Baik, Bu. Saya mengerti. Terima kasih. Saya akan membereskan barang-barang saya.” Tak ada gunanya ia memohon sebab memang inilah yang Reinhard inginkan. Menghancurkannya. Ilona bergegas pergi dari sana dan membereskan barang-barangnya. Setelah dua tahun bekerja di sini, ia tak menyangka harus angkat kaki hanya karena alasan konyol. “Ilona, apa yang Bu Xena katakan? Tadi aku hanya mengatakan kalau kamu ada urusan sebentar. Apa Bu Xena memarahimu?” tanya teman Ilona yang masih menunggu wanita itu di tempat sebelumnya. Ilona menyunggingkan senyum tipis, seolah-olah semuanya baik-baik saja. “Bu Xena mengatakan kinerjaku menurun dan aku dipecat.” “Dipecat? Bagaimana bisa? Kamu menjadi karyawan teladan bulan lalu.” Wanita muda di samping Ilona itu tampak terkejut bukan main. “Entahlah. Aku harus membereskan barang-barangku. Permisi,” jawab Ilona yang tak ingin memperpanjang pembahasan ini. Ilona bergegas membawa perlengkapan kebersihan miliknya ke gudang. Kemudian, langsung membereskan barang-barangnya di loker. Reinhard akan menertawakannya jika dirinya sampai memohon untuk dipertahankan di tempat ini. Mungkin, memang sudah waktunya Ilona mencari pekerjaan baru. Jika terus berada di sini, Reinhard tak akan berhenti mengusiknya. Sebelum memikirkan rencana untuk pekerjaan barunya, ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Hari ini sangat melelahkan dan dirinya membutuhkan istirahat sejenak. Begitu sampai di rumah, Ilona dikejutkan oleh keberadaan orang-orang dari bank. Ia bergegas turun dari motornya dan menghampiri sang ibu yang mencegah orang-orang itu. “Apa yang kalian lakukan di rumah saya?!”“Milikmu?” beo Reinhard sembari menatap sang istri dengan sorot penuh makna. “Itu kalungku yang hilang. Sudah lama sekali aku mencarinya. Ternyata, kamu yang menyimpan kalungku?” Ilona spontan mendekati Reinhard dan menelisik kalung tersebut. Kalung itu memang miliknya. Kalung pemberian ayahnya, satu-satunya harta yang paling berharganya yang tersisa. Ilona telah mencari kalung tersebut sejak lama, namun tak pernah menemukannya. Sebenarnya, Ilona tidak pernah memakai kalung tersebut karena takut hilang. Namun, ia selalu menyimpan kalung tersebut di dompetnya. Namun, suatu hati saat Ilona mencari kalung tersebut, kalungnya telah menghilang entah ke mana. Ilona tidak tahu sejak kapan kalungnya menghilang. Ia sempat mengira kalungnya jatuh di jalan tanpa dirinya sadari. Hingga akhirnya, ia tak mencari-cari kalung itu lagi. Terlebih, kala itu kehidupannya sedang semrawut, dan banyak hal yang lebih penting yang perlu diurus. “Berarti kamu yang mendonorkan darah untukku saya aku k
Penyesalan selalu datang belakangan. Meskipun sudah berulang kali diingatkan, tetap saja akan dianggap angin lalu. Kecuali, jika sudah ada sesuatu yang terjadi. Menampar sanubari. Barulah, penyesalan itu datang, membelenggu hati entah sampai kapan. Reinhard merasakannya sekarang. Penyesalan tersebut tampak sangat jelas dan lelaki itu tak berusaha menutupinya. Awalnya, Reinhard yang bersikeras tak ingin berlama-lama tinggal di kediaman orang tuanya. Dan sekarang lelaki itu malah tampak tak mau pergi. Dua minggu telah berlalu sejak kepergian Anindya yang begitu mendadak. Reinhard memilih mengambil cuti tahunan secara tiba-tiba. Membatalkan seluruh agenda yang tersusun rapi. Dan lebih banyak mendekam di kamar bekas mendiang orang tua lelaki itu. Reinhard memang tak pernah berbicara macam-macam. Lelaki itu lebih banyak diam. Hanya berbicara jika ditanya dan menjawab seadanya. Namun, Ilona tahu kesedihan yang lelaki itu rasakan sangat dalam. Ia pernah merasa
“Panggil saya ‘mama’.”“Saya ingin minta maaf atas semua yang pernah saya lakukan. Saya selalu menilai kamu dari sisi negatif. Tapi, saya tidak pernah berusaha mengenal kamu lebih jauh.” Suara Anindya terdengar bergetar. Matanya pun sudah berkaca-kaca. Ilona yang masih berdiri di pintu membeku selama beberapa saat. Ia mendengar ucapan sang mertua, sangat jelas. Ia menatap sang mertua dengan sorot campur aduk. Tak menyangka Anindya yang begitu angkuh akan mengatakan ini padanya dengan ekspresi penuh penyesalan. Bukan lagi sorot dan ekspresi dingin yang biasanya selalu Anindya tampilkan setiap kali berbicara dengannya. Ditambah lagi dengan nada sinis dan ketus dalam setiap ucap yang wanita paruh baya itu sampaikan. Kini, Anindya tampak benar-benar menyesal. Ilona masih belum bereaksi. Lebih tepatnya, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Ilona tidak menganggap ibu mertuanya sedang berakting. Hanya saja, terlalu sulit dipercaya jika Anindya meng
“Aku mau merawat mama. Kalau perlu, kita bisa pindah untuk sementara waktu,” ucap Ilona mengutarakan keinginannya.Ilona bukan sedang mencari muka. Pada dasarnya, ia tidak mahir melakukan hal-hal seperti itu. Keinginan ini tulus dari hatinya. Meskipun Anindya selalu mempersulitnya, melihat keadaan wanita paruh baya itu yang sekarang membuatnya tak tega membiarkan sang mertua sendirian. Anindya memang tidak benar-benar sendirian. Ada banyak pekerja yang ada di sekelilingnya. Reinhard juga menambah beberapa perawat yang khusus merawat wanita paruh baya itu. Namun, di balik itu semua, sang mertua tetap sendirian. Orang-orang yang bekerja di sana tidak bisa dianggap keluarga. “Mama sering menyakuti kamu. Untuk apa kamu repot-repot melakukannya? Aku bisa membayar banyak perawat untuk mengurus mama,” jawab Reinhard datar sebelum kembali berkutat dengan komputer di hadapannya. Tak ingin menyerah dengan mudah, Ilona pun langsung masuk ke ruang kerja Re
Reinhard melewati Ilona dan Ruby begitu saja. Tampaknya, lelaki itu tak menyadari keberadaan istri dan anaknya. Reinhard membawa Anindya ke mobilnya dan mengendarai kendaraan beroda empat itu seperti orang kesetanan. Se benci apa pun Reinhard pada Anindya tetap tak akan benar-benar mengubur kepeduliannya. Ilona bergegas meminta sopir yang barusan mengantarnya untuk kembali mengejar mobil Reinhard. Ia hanya terlambat beberapa menit saja dan Anindya sudah terluka. Ilona berharap itu bukan imbas dari pertengkaran Reinhard dan Anindya. “Kita doakan supaya oma baik-baik saja ya?” bisik Ilona pada putrinya. Ilona menghapus sisa lelehan air mata Ruby menggunakan tisu. Putrinya sudah tidak menangis lagi sejak dalam perjalanan menuju kemari tadi. Ilona merengkuh putrinya lebih erat untuk menyalurkan kecemasan yang membelenggu dadanya. Jarak rumah orang tua Reinhard dengan rumah sakit tidak terlalu jauh. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke sana. Ilona
“Kamu dapat cek ini darimana?” tanya Reinhard saat menemukan selembar cek yang jatuh dari tas Ilona saat ia hendak memindahkan tas tersebut. Cek tersebut berasal dari perusahaan milik keluarganya. Namun, tampak sudah usang dan logo yang tertera pun logo lama, ketika ayahnya masih ada. Ia merasa tak pernah memberi Ilona cek. Apalagi di zaman tersebut. Reinhard lebih suka langsung mentransfer ke rekening Ilona jika ingin memberi uang. Anehnya, cek tersebut juga kosong. Tak ada nominal yang tertera. Sepersekian detik kemudian, Reinhard menyadari sesuatu. Cek ini pasti pemberian ibunya. Ya. Ketika mengancam Ilona agar wanita itu meninggalkannya saat dirinya koma. Seperti yang Gerald katakan tempo hari. Ketika Reinhard sudah mulai tersulut, Ilona masih asyik tertawa renyah bersama sang putri. Ilona yang sedang asyik bermain dengan Ruby di sudut kamar tidak mendengar pertanyaan Reinhard. Sehingga saat Reinhard menghampirinya, ia tak berpikir macam-macam.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments