Pagi itu, Rachel tengah berdiri di ruang pelatihan Kelas Harapan. Sinar matahari menyusup lembut lewat jendela besar, menyinari meja-meja yang dipenuhi alat jahit dan kain warna-warni. Para peserta sibuk bekerja, tawa mereka mengisi ruangan, menciptakan suasana yang hangat dan akrab. Rachel berjalan di antara mereka, memberi arahan dan semangat. “Ingat, bukan tentang hasil yang sempurna. Tapi tentang proses yang kamu jalani dengan penuh keyakinan,” ujarnya pada seorang ibu muda yang terlihat frustrasi karena jahitannya tak rapi. Ibu itu mengangguk, tersenyum malu-malu. Rachel membalas dengan senyum hangat. Saat ini, ia tak hanya jadi pengusaha atau istri Martin. Ia adalah mentor, sahabat, dan saksi hidup dari kekuatan perempuan yang memilih bangkit. Namun siang harinya, Rachel menerima kunjungan tak terduga di ruang kerjanya. Seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun berdiri di depan pintu. Penampilannya rapi, wajahnya cantik namun menyimpan kesan penuh ambisi. “Maaf, ap
Huling Na-update : 2025-06-13 Magbasa pa