Lahat ng Kabanata ng Hasrat Tersembunyi Iparku: Kabanata 111 - Kabanata 120

"Jadi kau adalah wanita penggoda?" tanya Matthias dengan nada main-main dan setengah bercanda. "Hm, Matthias, hentikan ... kalau ada yang lihat, bagaimana?"Luciana tersentak saat merasakan sebuah pelukan erat dari belakang punggungnya. Sepasang tangan merengkuhnya. Memeluk eratnya yang sedang berdiri menatap taman yang tadi digunakan untuk akad pernikahan, melalui sebuah jendela. Matahari telah kembali ke peraduannya. Meninggalkan senja yang perlahan ikut redup ditelan malam. Kelap-kelip lampu menjadi penerang di taman itu. Menambah suasana yang hangat dan intim. Meja-meja dan lilin telah tertata rapi. Beberapa tamu berkeliaran, tanpa menyadari dia bisa memerhatikan mereka melalui jendela kaca di depannya. Pesta resepsi belum dimulai dan Luciana menggunakan waktu itu untuk beristirahat sekaligus mengecek laporan dari Kimi secara berkala. Namun entah bagaimana, Matthias malah datang dan mengganggunya. Pria itu memintanya bercerita tentang kejadian tadi siang dan justru, malah ber

"A-ah, apa, Tante? Tidak ada apa-apa, kok."Luciana tergagap dan langsung menutupi lehernya. Dia tersenyum kaku. Menghalangi pandangan Genevieve dari sesuatu yang dia yakini adalah tanda ciuman Matthias. "Tapi itu kok seperti luka? Coba Tante lihat dulu, siapa tahu kamu terluka."Luciana yang terkejut, refleks mundur saat Genevieve akan meraihnya. Dia tanpa sengaja menepis tangan wanita paruh baya itu. "M-maaf, aku tidak sengaja. Tante tenang saja. Ini tidak apa-apa.""Tapi—""Jangan khawatir, Bu. Itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Aku akan memastikan kondisinya membaik," potong Matthias sebelum ibunya kembali bicara dan menghalangi mereka pergi. "Baiklah. Ya sudah, cepat sembuh, Luciana. Istirahat yang cukup.""Iya, Tante. Terima kasih banyak."Matthias akhirnya segera menarik Luciana keluar dari ruangan. Namun Luciana belum sepenuhnya merasa tenang. Dia sekali lagi melirik Genevieve yang masih memerhatikannya, lalu tersenyum canggung sebelum mereka benar-benar pergi dari

Pagi itu, Luciana bangun dari tidurnya, tapi dia merasakan pelukan di sebelahnya. Saat menoleh, ternyata itu adalah Matthias. Pria itu terlelap di sebelahnya. Lucian berkedip. Tak ingat sejak kapan Matthias ada di sana. Luciana baru saja berpikir untuk membangunkan Matthias, tapi ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dia mengalihkan perhatian dan segera mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Awalnya dia kira itu adalah alarm, tapi kemudian dia terkejut saat ternyata itu adalah telepon dari Felix. Kebingungan melanda. Ada rasa ragu saat dia harus mengangkat panggilan itu. Perasaannya masih campur aduk untuk Felix. Setelah mendengar cerita pria itu semalam, dia tidak bisa membantu dan tidak tahu harus melalukan apa. Namun dia juga merasa prihatin terhadap apa yang terjadi pada ibu mertuanya. "Siapa yang menghubungimu?" tanya sebuah suara, serak dan rendah. Luciana yang masih sibuk menatap layar ponsel, dibuat tersentak. Dia melirik ke arah Matthias. Pria itu memeluk erat pinggan

Setelah beberapa minggu Luciana meninggalkan rumah, dia akhirnya kembali ke sana. Ke rumah yang selama tiga tahun ini selalu dia anggap sebagai tempat paling nyaman dan tempat tinggal di masa tuanya. Ketika kakinya melangkah memasuki rumah itu lagi, perasaan sedih menyusup ke dalam hatinya. Ada kenangan yang mengganggu yang coba dia tepis. Kakinya tetap melangkah dengan Matthias yang kini dia genggam erat. Melalui sudut matanya, dia bisa melihat Felix memerhatikan kedekatannya dengan Matthias. Namun Luciana memilih tak peduli. Dia hanya terus melangkah sambil sesekali memerhatikan keadaan rumah yang sudah jauh berubah. Tentu saja rumah itu berubah. Suasana duka sampai ke sana, tapi rumah itu telah sepi, senyap bagai kuburan. Beberapa tetangga telah pulang. Meninggalkan rumah duka dalam keadaan bersih dan juga ... kosong. Luciana mengernyit ketika matanya mendapati banyak barang serta furniture rumah itu yang tidak ada. Entah karena dipindahkan atau memang sudah tidak ada. Ketika

"Bella?"Matthias menatap kaget adiknya. Kemunculan tak terduga Arabella di sana, membuatnya membeku untuk sesaat. Namun dia juga bisa melihat dia gadis lainnya yang berdiri di samping sang adik. Keduanya tampak bingung. "Bell, siapa? Kamu kenal?""Eh, iya, ini Kakakku. Kalian duluan saja. Aku mau bicara dulu dengan Kakakku.""Oke, kami cari meja. Kamu jangan lama. Hari ini ramai."Arabella tampak memberikan senyum singkat dan melambaikan tangan pada dua temannya yang masuk lebih dulu. Lalu perhatiannya tertuju pada Luciana dan Matthias yang tampak terbengong. Tidak menyadari kalau mereka masih saling memeluk mesra. "Kenapa Kalian ada di sini?" tanya Arabella dengan selidik. Tatapannya tertuju pada tangan Luciana dan Matthias yang saling memeluk mesra. Luciana yang tersadar, seketika menarik tangannya dan sedikit menjauh. Wajahnya sedikit pucat. Ada kepanikan yang terlintas di sana. "K-kami, kami tidak—""Kami hanya mau makan," timpal Matthias cepat. Dia terlihat tenang, meski tadi