Dipta sudah berpamitan, mobilnya perlahan melaju meninggalkan halaman rumah. Naura masih berdiri di beranda, menatap punggung mobil itu sampai hilang di tikungan. Begitu ia menoleh, ayahnya masih ada di sampingnya, tangan diselipkan ke balik sarung.Pak Acep menatap putrinya lama, lalu tersenyum tipis. “Orangnya pendiam, ya. Dingin juga. Dari tadi ngobrol sama Ayah cuma sepatah dua patah kata. Beda banget sama ibu bapaknya. Mereka kan berisik,”Naura tersenyum canggung, mengusap lengan bajunya yang masih agak lembap. “Emang begitu orangnya, Yah. Galak malah kalau di rumah sakit.”Pak Acep mengangkat alis. “Galak?” ia bergumam sambil mengangguk-angguk. “Tapi barusan malah kelihatan kikuk. Kaku kaya kanebo. Kayak anak muda yang lagi naksir, tuh. Nau,”Naura langsung memerah. “Ayah, Jangan sembarangan. Dia cuma nganterin Naura pulang karena kebetulan searah. Udah gitu aja.”Pak Acep tertawa pelan, lalu menepuk bahu putrinya. “Naura, Naura… Ayah ini udah lama hidup di dunia ini, Nau. Seka
Terakhir Diperbarui : 2025-08-23 Baca selengkapnya