Kafe kecil di seberang rumah sakit sore itu cukup ramai. Aroma kopi dan roti hangat memenuhi udara. Dipta mendorong pintu kaca, membiarkan Naura masuk lebih dulu. Setelah insiden penamparan dr Tantri, Dipta mengajak Naura ke sana. Naura tidak bisa membantah, Dipta agak sedikit memaksanya.Naura agak bingung. “Dok, ngapain ke sini? Bukannya harusnya kamu masih sibuk urus pasien?”Dipta hanya menatapnya singkat. “Aku bisa sisihkan waktu buat kamu, Nan. Udah deh, jangan panggil dokter kalau lagi berdua,”Kalimat sederhana itu membuat dada Naura sedikit bergetar.“Terus aku harus manggil apa?” gumam Naura salah tingkah. Melihat Dipta yang mulai hangat, tak sedingin sebelumnya, ia senang bukan main. “Shaddam? Dipta? Arvino? Dash?”Dipta menghela nafas pelan. Mulai … sifat asli Naura yang ceria kelihatan. “Terserahlah. Asal jangan panggil, Dash. Nanti yang nengok dua orang,”Naura menoleh, memicingkan matanya. Sesekali mencuri pandang. Dalam hati, tidak munafik, betapa tampan dokter yang te
Last Updated : 2025-09-02 Read more