Semua Bab Menjadi Tawanan CEO Dingin: Bab 391 - Bab 400

Aura mengangguk pelan. "Baiklah, aku mengerti. Kamu boleh keluar."Dia mengangkat tangan dan memijat pelipisnya. Masalah semakin rumit, membuatnya merasa tak berdaya, seolah-olah semua hal berkembang jauh dari yang dia harapkan.Saat sedang murung, telepon berdering. Dia melihat layar, panggilan dari sekretaris. Begitu diangkat, suara cemas sang sekretaris langsung terdengar dari seberang."Bu Aura, kami nggak bisa menghubungi Pak Anrez. Ada jamuan bisnis penting malam ini. Apa Ibu bisa mewakili pihak Grup Tanjung untuk hadir malam ini?"Aura sedang dalam suasana hati buruk dan refleks ingin menolak. Dia bertanya, "Bisa ditunda nggak?"Sekretaris menjawab, "Sepertinya nggak bisa. Tuan rumah acara ini adalah klien terbesar kita sekarang. Mereka bahkan sudah menunjukkan tanda-tanda ingin memutus kerja sama. Kalau kita nggak hadir, bisa makin rumit.""Lagi pula, undangannya sudah dikirim jauh-jauh hari dan kami juga sudah konfirmasi kehadiran. Sekarang Pak Anrez nggak bisa dihubungi. Teru

Aura mengikuti Renald sampai ke taman. Hotel tempat acara ini diadakan memang berada di daerah pinggiran kota, jadi taman di malam hari jauh lebih tenang dibandingkan ruang dalam.Aura sedikit mengerutkan kening, tetapi tetap mengejar dengan sepatu hak tingginya."Pak Renald, Bapak di sini?" Suaranya terdengar sangat jernih di tengah keheningan malam.Namun, setelah beberapa kali memanggil, tak ada jawaban.Aura berhenti sejenak, lalu kembali maju beberapa langkah. "Pak Renald ...."Sebelum menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba sebuah tangan menariknya masuk ke ruangan kecil di sisi taman."Ah!" Aura menjerit, jantungnya hampir copot."Jangan teriak, ini aku!""Pak Renald?" Ruangan kecil itu tidak dinyalakan lampunya, hanya cahaya lampu taman dari luar yang sedikit masuk.Aura berkedip beberapa kali, akhirnya bisa melihat wajah pria di depannya dengan bantuan cahaya redup itu. Seketika, dia menyadari ada yang tidak beres.Napas Renald terdengar terlalu berat. Aura mengernyit. "Bapak kena

"Hitungan?" Aura mengulang pelan.Dengan pemahamannya yang begitu dalam terhadap Jose selama ini, Aura sangat tahu apa arti sebenarnya dari "hitungan " dalam konteks Jose.Jose menyipitkan mata memandanginya. Sorot matanya mengandung sedikit hawa dingin. Aura mundur selangkah. "Dengar dulu penjelasanku."Tangannya sudah memegang gagang pintu, hanya tinggal sedikit lagi untuk kabur. Jose melihat kepanikan di mata Aura, tetapi justru muncul kilatan nakal dalam matanya.Dia mengangkat tangan dan menarik Aura ke meja di samping. Kemudian, dia menutup pintu kamar. Tubuh pria yang tinggi tegap itu memancarkan tekanan luar biasa. Aura mengeluh dalam hati, 'Kenapa kejadian seperti ini terus terjadi?'"Bukannya mau jelasin?" Suara Jose terdengar dari atas kepala, dalam dan menekan. Nada bicaranya sangat dingin, seolah-olah bukan sedang berbicara dengan seseorang yang sudah tidur dengannya berkali-kali, melainkan seperti sedang menghadapi orang asing.Aura bertanya, "Kalau aku bilang itu cuma ke

Aura terhenti sejenak. Dia sebenarnya ingin berpura-pura tidak mendengar, tetapi Winona malah memanggilnya lagi. Dalam hati, dia hanya bisa mengumpat pelan sebelum menoleh untuk menatap wanita itu. Aura lalu balas menyapa, "Bu Winona."Di bibir Winona, ada seulas senyuman. Hanya saja, matanya justru menatap lekat ke arah leher Aura. Di sana, ada bekas merah yang mencolok. Jelas sekali, itu baru saja terbentuk. Dia pun menoleh dan melirik ke arah Jose.Akan tetapi, Jose masih terlihat tenang. Dia bahkan sama sekali tidak melihat ke arah Aura. Sikapnya itu membuat Winona jadi ragu sendiri.Aura merasa aneh dengan tatapan Winona yang hanya terpaku di lehernya, tetapi tidak merespons apa-apa. Dia langsung ingat, barusan Jose menggigitnya cukup keras. Itu pasti sudah meninggalkan bekas yang jelas.Winona mengatupkan bibir, lalu menoleh ke arah Jose. Dia bertanya, "Jose, barusan kamu sama Bu Aura pergi ke mana?"Mendengar itu, tatapan Jose berpindah ke arah Winona seperti sedang menahan tawa

Aura pun melihat ponselnya. Kontak bernama "Sponsor" hanya mengirim dua kata.[ Depan hotel. ]"Huft ...." Aura menghela napas dalam-dalam. Sedikit harapannya untuk lolos langsung hilang. Dengan pasrah, dia melangkah ke lift.Benar saja begitu keluar pintu hotel, Aura langsung melihat mobil mencolok milik Jose terparkir tak jauh dari sana. Dengan langkah mantap di atas sepatu hak tingginya, dia mendekat. Kemudian, tanpa ragu dia membuka pintu kursi penumpang di depan.Baru saja duduk, suara mesin mobil langsung meraung. Aura refleks memegang pegangan pintu, lalu buru-buru memasang sabuk pengaman.Dari sudut matanya, Jose meliriknya. Bibirnya terangkat sedikit dengan senyuman yang seolah mengejek. Dia bertanya, "Sudah cukup puas nonton drama barusan?"Aura kehabisan kata-kata. Dia bertanya, "Dari mana kamu tahu aku ada di sana?"Padahal, tadi Aura merasa sudah bersembunyi cukup baik. Jose mendengus dan tidak menjawabnya. Dia hanya bertanya dengan nada dingin, "Kamu takut banget ya sama