All Chapters of Menjadi Tawanan CEO Dingin: Chapter 401 - Chapter 410

Namun saat ini, Aura tidak punya waktu untuk mengagumi apa pun. Dia hanya terpaku menatap pria itu dan bertanya, "Kamu juga mau keluar?"Jose meliriknya sekilas. "Melihatmu kelelahan semalam, aku khawatir kamu nggak kuat menyetir."Aura kehabisan kata-kata. Jose selalu bisa mengucapkan kalimat mesum dengan wajah serius seolah sedang membicarakan urusan penting. Aura memilih diam dan mengikuti Jose menuruni tangga.Pagi itu, pemandangan begitu indah. Waktu itu adalah peralihan antara malam dan siang, dan Aura bahkan bisa melihat semburat emas di ujung langit. Namun, dia benar-benar sedang tidak punya suasana hati untuk menikmati keindahan itu. Yang ada di pikirannya hanya satu, dia ingin segera sampai ke rumah sakit dan mencari tahu apa yang terjadi pada Lulu.Pesan yang diterimanya pun sangat singkat.[ Cepat datang. ]Aura tahu betul, semakin besar masalahnya, Lulu akan semakin irit bicara. Maka dari itu, dia semakin cemas. Di sebelahnya, Jose tiba-tiba bertanya, "Kamu cari Renald unt

Aura menatap Lulu sejenak dan ragu beberapa saat, lalu akhirnya berbalik dan melangkah keluar. Dia tahu, saat ini Lulu membutuhkan ruang untuk menyendiri.Dengan langkah tenang, sepatu hak tinggi Aura mengetuk lantai saat dia keluar dari kamar.Dia bahkan menutup pintu kamar pelan-pelan agar tidak mengganggu.Namun detik berikutnya, suara tangisan dan jeritan pilu terdengar dari dalam. Suara Lulu benar-benar menyayat hatinya. Aura mendengarnya dengan perasaan sesak. Air matanya pun ikut berderai.Namun, dia tidak pergi. Dia duduk di kursi dekat pintu dan menunggu sampai Lulu bisa sedikit meredakan emosinya.Entah setelah berapa lama kemudian, Aura baru masuk kembali ke kamar sambil membawa kotak makanan. Lulu tampaknya sudah menangis hingga kelelahan. Dia meringkuk di atas ranjang, tak bergerak sama sekali. Bahkan dari punggungnya saja, Aura bisa merasakan kesedihan yang mendalam.Auraa mengatupkan bibir, lalu perlahan mendekat dan meletakkan kotak makanan di hadapan Lulu. "Makanlah se

Saat tiba di rumah sakit, Leona ternyata sudah sampai terlebih dulu."Bu Aura." Leona segera menghampirinya, tangannya membawa dua kotak bingkisan. "Ibu lihat, ini cukup nggak?"Aura menundukkan pandangan. Begitu teringat sorot dingin Renald, dia mengatupkan bibir. "Orangnya belum tentu mau temui kita," ujarnya dengan agak kesal.Tepat saat mereka sampai di depan kamar rawat, keduanya langsung dihalangi oleh seseorang. Pengawal Renald berdiri di depan pintu dengan wajah galak, seolah mengusir siapa pun yang mencoba mendekat. Tanpa sepatah kata pun, dia langsung mengangkat tangannya untuk melarang Aura masuk.Leona mencoba berkata dengan sopan, "Halo, ini Wakil Presdir Grup Tanjung. Kami datang untuk menjenguk Pak Renald.""Nggak bisa." Wajah sang pengawal tetap dingin dan tidak ramah, seperti habis ditagih utang ratusan juta."Kalau boleh ... bisakah Anda tanyakan ke dalam dulu?" ujar Leona penuh harap."Nggak perlu. Pak Renald memang nggak ingin diganggu."Mendengar hal itu, Aura lang

"Dasar gila!" gerutu Aura pelan setelah menutup pintu.Leona menghampiri dan bertanya, "Bu Aura, gimanahasilnya?"Aura menggeleng pelan, wajahnya tidak menunjukkan secercah harapan. "Nggak ada perkembangan. Kita kembali ke kantor saja."Dia memang sudah tahu sebelumnya, Renald adalah orang yang keras kepala. Namun dia tidak menyangka, ternyata sifatnya juga sangat buruk. Leona sempat tertegun, mengira setidaknya pertemuan tadi akan membuahkan sedikit hasil. Siapa sangka ternyata hasilnya nihil?Namun melihat wajah Aura yang terlihat buruk, dia pun tidak berani banyak bertanya dan hanya mengikuti langkah Aura meninggalkan rumah sakit.Sementara itu, di dalam kamar rawat ....Renald masih menatap ke arah pintu kamar. Sudut bibirnya sedikit terangkat, tapi matanya tetap datar. Entah apa yang sedang dipikirkannya.Tak lama kemudian, pengawal yang tadi berjaga di luar pun masuk ke ruangan. "Pak Renald, Bu Aura dan asistennya sudah pergi."Setelah berkata demikian, dia melirik Renald dengan

Mendengar hal itu, mata Jose yang panjang sedikit memicing."Oh?" Dia berjalan dan duduk di seberang Renald, lalu mengangkat matanya menatap pria itu. "Orang seperti apa yang bisa menarik perhatian Pak Renald? Aku jadi penasaran."Nada bicaranya datar, lalu dia mengambil gelas di meja dan menyesap sedikit isinya. Tubuhnya bersandar santai ke sandaran sofa, lalu melirik Renald sekilas.Renald tersenyum samar. "Kalau dipikir-pikir, kebetulan juga. Orang ini ... Pak Jose juga kenal."Sorot mata Jose menyiratkan kilatan samar yang sulit ditangkap. Namun, raut wajahnya tetap tidak menunjukkan perubahan. "Begitu ya? Kalau begitu aku makin penasaran."Sambil bicara, dia memutar pelan cincin batu giok di ibu jarinya dengan ekspresi yang sulit ditebak.Renald pun menatapnya dari balik kelopak mata yang terangkat setengah. Kemudian, dia tertawa ringan setelah terdiam beberapa detik. "Sudahlah, belum ada hasil juga, nggak usah dibicarakan. Nggak bagus kalau sampai merusak reputasi gadis orang, 'k