Ivy mendekat, jari-jarinya menyentuh pelipis Ethan yang hangat. “Aku di sini … pelan-pelan saja. Kau aman, Ethan.”Ethan mengerjap lagi, pupilnya mencoba fokus. Ia menelan dengan sulit, bibirnya retak dan kering. Lalu, masih sangat lemah, ia meraih udara untuk satu kata lagi.“Me ... nangis ...”Seakan ia meminta Ivy untuk tidak menangis, walau suaranya hanya berupa bisikan patah.Dunia Ivy seakan runtuh sepenuhnya. Tubuhnya gemetar karena kerinduannya pada Ethan begitu membuncah dari segala sisi. “Oh, Ethan … Tuhan …” Ia menunduk, menempelkan keningnya ke tangan Ethan. “Aku tidak apa-apa. Yang tadi itu ... tangis bahagia.”Ethan tidak menjawab, tapi otot rahangnya bergerak.Seolah ia ingin bicara lebih banyak. Seakan berniat menghibur, bertanya, atau menyentuh sang pujaan hati seperti biasa. Namun tubuhnya belum mau ikut bekerja.Hanya itu yang mampu ia lakukan. Beberapa suku kata yang lebih bisa disebut napas daripada suara.Tapi bagi Ivy, semua yang ia lihat sejauh ini, sudah seper
Last Updated : 2025-12-04 Read more