Semua Bab SUAMI DAN MERTUA DARI SYURGA: Bab 11 - Bab 20

"Kita memang bukan karyawan kayak tetangga depan rumah, tapi aku yakin rejeki kita bakal lebih dari mereka! Lagipula aku ini independen dan wonder woman! Aku nggak akan nyusahin suami seperti istri-istri lain yang jadi ibu rumah tangga biasa. Ihhh," sindirnya sambil melirik Ahmad dan Ana dengan tatapan penuh ejekan.Sari menarik napas panjang, mencoba meredam emosinya yang mulai naik ke permukaan. Ana di sampingnya juga tampak tegang, sementara Ahmad menggenggam tangannya erat. Mbok Darmi dan Wulan sama sekali tidak menunjukkan niat untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik."Dengar ya, Wulan," Sari akhirnya berkata dengan nada tegas. "Kami ke sini bukan untuk cari ribut. Kami hanya meminta ayam-ayam kalian jangan sampai masuk ke halaman rumah kami lagi. Itu saja."Wulan tertawa sinis. "Halah, segitu aja pakai datang ramai-ramai. Pengecut ya, harus datang beramai-ramai untuk hadapi satu orang tua dan anaknya?"Ana mengepalkan tangan, tapi Ahmad menahannya. Ia maju selangkah, menatap

Neni duduk di sudut tempat tidur dengan ponselnya. Matanya berkaca-kaca, jemarinya bergetar saat mengetik. Hatinya dipenuhi rasa marah dan kecewa yang tak terbendung.[Gaji suami 7,5 juta. Diambil mertua 4 juta. Padahal masih ada asisten rumah tangga yang harus dibayar, kebutuhan makan sehari-hari, dan kebutuhan anakku yang berumur 3 bulan. Sakit sekali rasanya mempunyai suami yang selalu disetir oleh ibunya!]Tanpa ragu, ia menekan tombol post di akun media sosialnya. Tidak butuh waktu lama, unggahan itu meledak. Ratusan komentar masuk. Banyak perempuan yang bersimpati padanya, menyoroti betapa tidak adilnya perlakuan suami dan mertuanya.“Astaga, ini suami atau anak mama?”“Gaji segitu diambil ibu mertua, istrinya disuruh ngirit? Parah banget!”“Duh, Neni, semangat ya! Kamu harus tegas!”Komentar terus mengalir, unggahan itu dibagikan ulang ratusan kali. Nama Burhan dan ibunya menjadi perbincangan di berbagai grup dan forum online.Sementara itu, di kantor, Burhan baru saja duduk se

Ana terdiam saat orang tua yang diharapkan melindungi nya justru membuat luka lebih dalam. "Kamu malu- maluin keluarga saja! Mau ditaruh dimana muka bapak saat mertua mu datang minta seserahan dan ganti rugi biaya resepsi karena kamu sudah menipu mereka!?" tanya bapak Ana dengan kejam. Mata Ana berkaca. Tak menyangka ayah kandung nya akan setega ini padanya. Ibu tiri dan kakak sambung Ana juga menatap Ana seperti sampah. "Aku kesini karena ingin ditemani sekaligus pinjam uang untuk tes keperawanan di rumah sakit, bukan untuk dihina seperti ini!" ujar Ana lirih. Hatinya sakit sekali. "Ck, kamu sudah besar. Selesaikan lah masalah mu sendiri! Bapak sudah lelah bekerja cari uang untuk keluarga!" ujar bapak Ana. Ana menatap ayahnya dengan air mata berlelehan. Dia tak kuat lagi menahan rasa sesak di dadanya. "Bapak berubah sejak menikah dengan bu Asih! Bapak hanya memperhatikan bu Asih dan anaknya saja! Padahal yang anak kandung bapak itu aku! Bahkan bapak lebih memilih menguliahkan m

Ana berbaring di atas kasur, tenggelam dalam pelukan Ahmad. Tubuhnya terasa letih, tetapi pikirannya masih berputar. Ingatan tentang Burhan menyeret Neni, sorot matanya yang sempat menatap Ana sekilas—tatapan yang entah apa artinya.“Masih ada rasa?” tanya Ahmad pelan, suaranya serak. Sejujurnya Ahmad merasa cemburu jika Ana masih ada rasa dengan Burhan, mantan suami istri nya itu. Ana terdiam sesaat. “Entah,” jawabnya jujur. “Aku menikah dengannya karena dijodohkan Ayah, kau tahu itu. Burhan bekerja di perusahaan tempat Ayah menjadi sopir ekspedisi. Aku tidak pernah benar-benar mengenalnya sebelum menikah.”Ahmad membelai rambut Ana dengan lembut. “Tapi ada sesuatu di matamu saat kau melihatnya tadi.”Ana menelan ludah. “Aku masih sakit hati, Mas. Keluarganya memperlakukanku dengan buruk. Aku mencoba memaafkan, tapi melupakan? Aku tak tahu apakah aku bisa. Jujur aku masih ingat dan sakit hati walaupun sudah berpisah selama hampir lima tahun. Selama itu pula aku trauma dengan lelaki,

FLASH BACK OFFAhmad baru saja duduk setelah operan shift antar perawat, saat Anton mendekatinya."Ahmad, aku ingin mengatakan sesuatu. Tapi jangan marah," ujar Anton serius.Ahmad menatap ke arah teman sejawatnya dengan rasa penasaran."Ya tergantung. Kamu mau bilang apa dulu. Kalau kamu bilang salah ngasih obat pasien atau naksir istriku, ya aku pasti marah," ujar Ahmad tertawa."Eh, aku serius! Aku... Aku sedang dekat dengan Nisa, mantan kamu. Dan.. Dan Nisa pengen menikah dengan aku, Mad. Bagaimana menurutmu?"Ahmad terdiam sejenak, lalu meledak dalam tawa. Tawanya mengisi ruangan, menarik perhatian beberapa rekan kerja di sekitar mereka. Anton menatap Ahmad dengan ekspresi tercengang, tidak menyangka respons seperti ini."Kenapa kamu tertawa? Aku serius, Mad," kata Anton dengan nada tersinggung.Ahmad yang menyadari perubahan ekspresi Anton segera menghentikan tawanya. Ia menghela napas, lalu menepuk bahu sahabatnya."Maaf, bukan maksudku menyinggung perasaanmu. Tapi kamu lucu, T