"Aku nggak mau dengar alasan apa pun, Mas Anton! Aku sudah cukup sabar. Sekarang, kamu pilih: ibumu atau rumah tangga kita!"Suasana ruang tamu mendadak hening. Hanya suara napas Nisa yang tersengal, dadanya naik turun menahan emosi. Matanya tajam, penuh luka dan amarah. Anton berdiri di hadapannya, wajahnya tegang, tangan mengepal di sisi tubuhnya. Ia membuka mulut, hendak menjawab, tetapi belum sempat satu kata pun keluar, ibunya melangkah maju.Jari telunjuk Bu Sulastri teracung, menusuk-nusuk udara di depan wajah Nisa. "Heh, kamu pikir siapa bisa menyuruh-nyuruh anak saya memilih? Selamanya anak laki-laki itu milik ibunya! Tidak ada yang namanya mantan ibu! Tapi istri itu? Bisa diceraikan kapan saja!"Nisa terdiam, tetapi bukan karena takut. Wajahnya menegang, bibirnya bergetar menahan tangis dan marah yang membuncah di dadanya. Kepalanya masih berdenyut, perutnya masih bergolak, tetapi sakit fisik itu kalah oleh sakit yang kini mengoyak hatinya.Anton menghela napas panjang, lalu
Terakhir Diperbarui : 2025-05-30 Baca selengkapnya