Pagi itu lobi utama kantor tampak biasa saja. Karyawan berlalu-lalang, resepsionis sibuk dengan daftar tamu, dan aroma kopi dari pantry sebelah mulai menyusup ke ruangan. Namun, suasana mendadak berubah ketika Alira masuk—seolah membawa panggungnya sendiri.Langkahnya mantap, senyumnya percaya diri. Dengan blazer abu elegan dan sepatu high heels yang memantul di lantai marmer, ia berjalan menuju meja resepsionis.Matanya langsung mengunci pada satu sosok, tidak lain ialah Jihan ya g sedang menyusun map dokumen, ekspresi Jihan tenang seperti biasa. Tapi begitu Alira mendekat, detak waktu seolah melambat. Tegangan listrik tipis terasa di udara.“Wah, pas banget,” suara Alira meluncur dengan nada terlalu ceria. “Ternyata kamu yang piket hari ini, Han.”Jihan menoleh santai. “Eh, Mbak Alira. Selamat pagi. Silakan duduk kalau lelah.”Alira tertawa pelan, senyum yang mengandung racun. “Enggak. Aku masih semangat, apalagi habis ditelepon langsung sama Reynand tadi malam. Kamu tau, suaranya m
Terakhir Diperbarui : 2025-07-21 Baca selengkapnya