Usai salam terakhir shalat Isya, aku melipat sajadah perlahan. Suara detak jarum jam dinding terdengar sayup dari ruang depan. Tak banyak kata yang terucap malam ini. Sama seperti malam-malam sebelumnya. Hanya saja, setelah perbincangan tadi sore, seperti ada sesuatu yang berbeda kali ini. Detak jantungku pun masih berpacu cepat. Aku beringsut mendekati Mas Afnan. Aku raih punggung tangannya, kemudian kucium perlahan. Penuh takjim, penuh hormat, kepada sosok lelaki yang kini menjadi imam dalam hidupku. Saat aku mendongak, mataku bertemu tatapannya. Aku menelan ludah. Tatapan lelaki itu begitu dalam, hangat dan menggetarkan. Aku mengerjap, lalu memberanikan diri bertanya, “Kenapa, Mas?” Ia tak langsung menjawab. Hanya diam seperti sedang menimbang kata. Tak lama kemudian, tubuhnya bergerak mendekat perlahan. Tangannya yang besar dan hangat terulur mengusap pipiku dengan lembut. Gerakannya begitu halus dan penuh kehati-hatian. “Aku bersyukur Allah mempertemukan kita lagi, sete
최신 업데이트 : 2025-07-02 더 보기