All Chapters of Penderita Kanker Jadi Manusia Super: Chapter 271 - Chapter 280

Otto mengabaikan ocehan reporter yang terus berlanjut. Dia menatap objek itu dengan terpesona. Setelah beberapa saat, dia mulai tertawa—perlahan pada awalnya—ketika kesadaran itu menghampirinya.Thunderhawk telah melakukannya! Kemarahannya telah memicu akhir yang jauh lebih efisien daripada semua rencana Otto yang telah disusun.Tak ada yang bisa menghentikan kami sekarang, pikirnya."...jumlah korban tewas yang besar. Kepanikan yang meluas di jalanan..." reporter itu mengumumkan.Otto tertawa lebih keras.Sopir itu tak kuasa menahan diri untuk tidak rileks. Wajahnya kembali memerah. "Apa artinya ini, Pak?"Otto berbicara di sela-sela tawanya. "Itu artinya lalu lintas akan sangat macet. Jadi, sebaiknya kita berangkat!"Dia tertawa terbahak-bahak. Ia tak ingat kapan ia merasa senyaman ini."Baik, Pak!" kata sopir itu. Dia berbalik, menaikkan penghhalang, dan memacu kendaraannya ke jalan raya.Otto mengerucutkan bibir,

Khaled merasakan geli di tenggorokannya. Tenggorokannya mulai membengkak. Dia mengatupkan bibirnya dan berhenti bernapas. Kemudian dia mengamati sekeliling kerumunan, menemukan targetnya, dan menyerang.Ajudan Rusia itu tidak menyadari serbuan Khaled. Dia tampak kesulitan membuka tutup pena peraknya. Wajahnya merah. Tutup botolnya terlepas dan dia mengangkat pena yang terkepal, yang kini terbuka, ke atas pahanya. Khaled menjegalnya tepat saat ida mulai mendorong ke bawah. Mereka jatuh terguling, dan Khaled meraih pergelangan tangan pria itu. Pria Rusia itu meronta lepas, tetapi Khaled menendang selangkangannya tepat saat ajudannya menusukkan pena ke celananya.Pria itu tersentak, dan Khaled merebut pena dari genggamannya. Cairan menetes dari ujung jarum suntik setengah inci. Khaled menusukkannya ke pahanya sendiri, menekan pendorongnya sepenuhnya, dan merasakan aliran dingin menyebar di kulitnya. Dia hanya menerima setengah dosis, tetapi itu sudah cukup.Dia ber

Palais des Nations, Jenewa, Swiss Alarm kebakaran berbunyi, layar komputer berkedip, dan hujan deras mengguyur langit-langit.Khaled merangkak. Dia membuka mulut, dan dadanya naik turun karena upaya untuk menghirup udara melalui tenggorokannya yang menyempit. Awalnya rasanya seperti menyedot milkshake dengan sedotan koktail. Saluran napasnya berderit karena upaya itu, tetapi udara yang dibasahi air terasa manis. Setiap tarikan napas terasa lebih mudah daripada sebelumnya—oksigen masuk.Kepalanya jernih dan tenggorokannya terbuka. Dia mendengar deru kipas angin di atas. Kipas itu dirancang untuk menyala segera setelah suhu di ruangan menunjukkan bahwa api telah padam. Karena tidak ada api sejak awal, kipas itu langsung menyala. Udara beracun dievakuasi keluar dari bagian atas ruangan, digantikan oleh udara segar yang dihisap dari ventilasi di sepanjang dasar dinding.Berdiri, Khaled berkedip melalui pancuran. D

Khaled mengangguk lagi.Tangan wanita itua bergerak efisien saat membalut luka di lehernya. Dia menggelengkan kepala."Syukurlah lukanya dangkal. Plester dan perban akan mengatasinya. Wah, setengah inci lebih dekat lagi dan aku mungkin akan mengiris lehermu."Lalu, seolah menyadari baru saja keluar jalur, dia melanjutkan penjelasannya."Epidemi tidak bekerja cukup cepat untuk dua korban pertama yang kutangani. Itu sebabnya aku begitu cepat memasang trakeostomi." Dia ragu sejenak sebelum menambahkan, "Aku—aku minta maaf." Setelah selesai membalut leher Khaled, tatapannya melembut. Dia membungkuk lebih dekat dan berbisik, "Ada orang-orang yang ingin bicara denganmu. Mereka marah. Aku tidak tahu apa maksudnya. Tapi aku tahu ini, dari apa yang orang-orang katakan kepada kita, kamu menyelamatkan banyak nyawa hari ini dengan memecahkan jendela-jendela itu. Apa pun yang terjadi, aku ingin berterima kasih untuk itu."Dia menepuk dada Khaled, lalu ber

"Tunggu!" teriak Khaled. Dia memasukkan gigi, menghidupkan mesin, dan menginjak pedal kopling. Sepeda motor BMW R1200RT itu melesat melintasi trotoar dan jatuh ke rerumputan. Peluru-peluru menghujani mobil yang terparkir di belakang mereka. Khaled menekan gas dan membelokkan motor ke arah yang sejajar dengan trotoar. Dia dan Ahmad merunduk rendah di jok. Mereka mencapai kecepatan 96 km/jam dalam 3,5 detik.Dia melihat bayangan pria bersenjata yang bergetar menjauh di kaca spion. Moncong senjatanya berkilat, dan Khaled merasakan getaran udara saat peluru melesat melewati mereka. Terdengar bunyi dentuman keras di jok belakang, dan Khaled bereaksi dengan berbelok tajam melintasi trotoar dan masuk ke lalu lintas. Dia melaju di tengah jalan di antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah, melewati para pengemudi yang terkejut. Dia tidak memperlambat lajunya sampai pria bersenjata itu menghilang dari pandangan."Kau baik-baik saja?" tanyanya dari balik bahu."Ya!"