All Chapters of Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek: Chapter 51 - Chapter 60

Aku tidak menyangka kepala perawat akan memberi tahu masalah pamanku ke Rian. Untuk sesaat, aku tidak tahu mau mengatakan apa.Rian mungkin merasakan kecanggunganku dan menjelaskan, "Aku dengar pas dia bicara dengan Devi. Kamu harusnya langsung cari aku dan Ardi."Begitu mengungkit Ardi, aku refleks mengernyit.Kalau harus mencari antara Ardi dan calo, aku pasti akan memilih calo."Aduh, untuk apa aku ngomongin ini." Rian sibuk bicara, "Begini saja, besok pagi jam 11, kamu bawa pasien ke Departemen Bedah Saraf. Dokter yang bertugas adalah Dokter Baim yang dulunya mengajariku. Nanti aku pesan ke dia dulu untuk memberikan kalian nomor antrean."Aku berkata dengan ragu, "Begitu bukannya melanggar peraturan?""Nggak, cuma tambah nomor antrean paling belakang." Rian menjawab dengan cepat. "Jangan lupa ingatkan pasien supaya nggak usah datang terlalu cepat."Aku tidak menyangka masalah sesulit ini diselesaikan dengan mudah oleh Rian. Aku pun langsung berterima kasih padanya dengan terharu.R

Aku tidak menyangka Ardi ada di rumah.Sekarang baru jam tujuh malam. Selama tiga tahun ini, jumlah dia ada di rumah di jam segini bisa dihitung dengan satu tangan. Saat ini, aku merasa seakan-akan disambar petir, hanya bisa berdiri diam di tempat.Aku bahkan tidak tahu Ardi sudah berdiri berapa lama di sana dan berapa banyak yang dia dengar.Kedua bibirku bergerak, ingin menjelaskan, tapi suaraku menyangkut di tenggorokan.Di seberang telepon, Ibu masih tetap menyuarakan kekesalannya. "Kamu nggak usah membelanya lagi. Intinya, Keluarga Wijaya takut keluarga kita memengaruhi nama baik Dokter Terhebat Mogowa? Mereka juga bukannya berpikir, dulu kalau bukan ayahmu melindungi Ardi, dia mana bisa jadi seperti sekarang ini?""Jangan bicara lagi."Aku menghentikan ibuku sambil berjalan ke arah meja. Sebelum sempat menekan tombol mematikan telepon, suara Ibu kembali terdengar. "Tadi Raisa, mau mendapatkan hati Ardi juga bukan hal yang susah. Yang kamu beli waktu itu ...."Sebelum dia selesai

Hal yang paling kukhawatirkan akhirnya terjadi juga.Melihat Ardi dan Zelda berdiri bersama tidak jauh dariku, jantungku seakan-akan berhenti berdetak.Aku jelas-jelas ingat pagi ini Ardi tidak bertugas di rawat jalan.Tidak hanya dia, malah bertemu Zelda lagi.Aku tidak tahu apakah Ardi mendengar kata-kata Paman tadi, tapi yang lebih kukhawatirkan adalah ibuku menyadari sesuatu di antara mereka.Seperti yang kuduga, aku langsung mendengar suara ibuku berkata, "Ini bukannya gadis ramah tadi pagi?"Zelda juga orangnya sangat ramah, dia langsung berkata, "Iya Bibi, namaku Zelda Hilmawan, aku juniornya Kak Raisa di universitas. Sekarang sedang magang di Departemen Bedah Saraf."Awal-awal, ibuku masih tersenyum, tapi waktu mendengar kalimat terakhir, matanya yang indah itu pun tertuju pada kartu identitas Zelda. "Kamu juniornya Raisa? Magang di Departemen Bedah Saraf? Kalau begitu, kamu pasti sangat hebat."Setelah selesai berbicara, ibuku samar-samar melihat ke wajah Ardi, tapi Ardi masih

Kata-kata Zelda ini membuat semua orang tertegun. Ibuku langsung menjelaskan dengan panik, "Apanya menemui keluarga? Raisa dan Rian cuma teman. Rian banyak membantu pamannya Raisa, jadi kami mentraktirnya makan untuk berterima kasih atas kebaikan dan bantuannya."Kata-kata ibuku ini kalau biasanya sebenarnya tidak masalah, tapi di situasi sekarang ini, di mana ada Ardi dan Dokter Baim yang memeriksa Paman, sepertinya agak tidak cocok.Apalagi Ardi adalah suamiku secara hukum.Menantunya tidak dipuji, malah memuji teman biasaku, logikanya memang agak tidak masuk akal.Jelas, wajah Ardi sudah terlihat semakin suram.Mungkin dia merasa kami punya tujuan lain?Aku menghirup napas dalam-dalam, bermaksud untuk menjelaskan, tapi malah mendengar Rian berkata, "Aku cuma bantu ambil nomor, yang banyak membantu Paman tetap dua dokter terkenal yang berbakat di depan. Menurutku, kita sudah kebetulan bertemu, bagaimana kalau kita makan bersama? Bibi, bagaimana menurutmu?"Rian sedang membantu ibuku

"Siram air dingin dulu."Aku yang sadar kembali langsung menarik Rian ke kamar mandi yang ada di ruangan, jantungku berdetak kencang karena panik.Kalau aku tidak salah lihat, bagian yang tersiram ada di lengan bawah dan pergelangan tangan, punggung tangannya juga terkena sedikit.Itu adalah tangan dokter bedah saraf.Hanya mahasiswa fakultas kedokteran yang belajar keras bertahun-tahun yang tahu betapa pentingnya kedua tangan ini.Waktu aku mendengar suara ibuku dan pamanku bertengkar, aku merasa ingin menangis, aku tenggelam di rasa penyesalan yang tiada batasnya.Rian sepertinya menyadari suasana hatiku, dia pun berkata dengan lembut, "Dokter Raisa kaget, ya? Nggak apa-apa, cuma luka kecil, nggak sakit, kok."Aku melihat bagian lengan bawah Rian yang memerah, hatiku semakin panik. "Harus segera ke rumah sakit.""Biar aku yang menyetir." Suara yang dingin tiba-tiba terdengar. Entah sejak kapan Ardi sudah berdiri di pintu kamar mandi. Setelah melirik lengan Rian sekilas, dia berkata,