Semua Bab Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek: Bab 41 - Bab 50

Suara Jessy yang keras membuat pelipisku berdenyut.Setelah berdiri dengan stabil, aku melihat ke arah suara itu. Tampak beberapa wajah yang sudah tidak asing lagi berdiri tidak jauh di sana. Di antaranya ada Jessy, Zelda dan Ardi yang berdiri di sampingnya.Jadi, ini bukan mimpi?Aku memijat keningku dengan lelah. Setelah beberapa saat, aku kembali mendengar suara keras Jessy itu lagi. "Kupikir Dokter Raisa pergi ke mana? Ternyata sedang menggoda pria tampan di sini .... Bukan, Dokter Rian?"Rian menanggapinya dengan acuh tak acuh. "Kebetulan sekali."Jessy menatapku, lalu menatap Rian dan bertanya dengan ragu, "Jadi, Dokter Rian khusus datang ke sini untuk menjemput Dokter Raisa?"Rian tercekat untuk sesaat. Setelah beberapa saat, dia pun berkata, "Aku bersama teman di ruang VIP sebelah.""Kebetulan sekali." Suara manis Zelda terdengar makin dekat. "Dokter Rian, mau minum bersama?"Aku agak tidak tahan mendengar kata "minum".Memikirkan bagaimana aku baru saja meminum gelas demi gela

Aku bahkan tidak punya kesempatan untuk menghentikannya.Melihat surat perjanjian cerai yang terbagi dua itu, amarah yang selama ini terpendam dalam hatiku tiba-tiba membuncah. Aku pun bertanya dengan nada tidak senang, "Dokter Ardi, apa yang kamu lakukan?"Ardi menatapku dengan tenang dan berkata dengan nada malas. "Dokter Raisa begitu terburu-buru untuk bercerai, apa sudah menemukan batu loncatan baru?"Batu loncatan?Mendengarkan nada bicaranya yang aneh, aku pun memikirkan kejadian di Klub Avior semalam dan menjawab, "Cuma untuk memenuhi keinginan Dokter Ardi, untuk mengosongkan posisi di sisimu secepatnya."Menyindir, ya? Aku juga bisa."Benarkah?" Pria itu melirikku sekilas dan berkata dengan santai. "Kalau begitu, apa aku harus berterima kasih kepada Dokter Raisa karena sudah begitu pengertian?"Ada sedikit ejekan dalam nada bicara pria itu.Sebelumnya, aku mungkin bisa menoleransinya. Namun, sekarang aku tidak akan pernah bersikap lembut hati seperti itu lagi."Dokter Ardi terl

Aku tidak menyangka jika Rian akan langsung memintaku untuk mentraktirnya.Untuk sesaat, aku tidak tahu harus menjawab apa?Bagaimanapun, sejak pagi tadi Ardi sudah menyindirku, baik secara terang-terangan maupun diam-diam. Selain itu, sekarang juga sedang beredar rumor antara dua departemen tentang hubunganku dengan Rian. Dalam situasi seperti ini, makan bersama hanya akan merugikan orang yang baik hati seperti Rian.Aku hanya bisa mencari alasan. "Di jam sekarang, sepertinya sudah terlambat untuk memesan restoran ....""Tak perlu pesan restoran." Rian sepertinya tidak memahami maksud tersiratku dan langsung memberi usul. "Menurutku, kantin di bawah juga lumayan."Rian mengatakannya dengan cukup serius dan tidak terlihat seperti sedang bercanda. Namun, bagaimana aku harus menjelaskannya kepadanya?"Apa Dokter Raisa keberatan?"Mungkin Rian bisa membaca pikiranku dan bertanya dengan ragu-ragu, tetapi nadanya jauh lebih rendah.Kupikir, Rian sudah banyak membantuku. Jadi, aku tidak tega

Nada bicara ibuku agak tidak sopan saat menanyakan hal itu. Bahkan, tatapannya pada Rian terang-terangan menyiratkan penilaian.Aku pun buru-buru menjelaskan kepada Rian, "Maaf sudah menyinggungmu, Dokter Rian. Ini ibuku."Rian mengangkat alisnya, menunjukkan sedikit rasa terkejut. Namun, dia buru-buru mengulurkan tangannya dengan sopan dan memperkenalkan dirinya. "Halo Bibi, aku teman Dokter Raisa. Namaku Rian Pratama. Bibi bisa memanggilku Rian."Rian begitu tenang dan tidak menganggap serius tingkah laku ibuku yang sembrono barusan.Ibuku langsung tahu diri dan berkata sambil tersenyum, "Terlalu formal kalau memanggil Bibi. Panggil saja aku Kakak."Aku sangat terkejut sampai mataku terbelalak. Namun, Rian malah menyambutnya. "Oke, kuturuti. Lain kali kalau kita bertemu lagi, aku akan memanggil Kakak."Ibuku sangat terhibur hingga tidak bisa berhenti tertawa. Akan tetapi, aku merasa sangat malu hingga ingin mencari lubang untuk bersembunyi. Mungkin karena mengira ada yang perlu kami

Aku sudah menyaksikan kemampuan bergosip para bibi yang sudah paruh baya.Namun, hanya dalam beberapa menit, Bu Ratna tidak hanya menganalisis jika hubunganku dan "pacarku" biasa-biasa saja, tetapi juga dengan antusias mencarikan pasangan baru untukku. Mau menolak pun tidak bisa.Semua itu juga terjadi di depan Ardi.Untuk sesaat, aku merasa sedikit malu. Bagaimanapun, Bu Ratna sudah melihat bekas ciuman di tubuhku. Tidaklah benar untuk menyangkal jika aku tidak punya pasangan. Namun, pasangan ini tidak mengizinkanku untuk mengungkapkan status perkawinan kami kepada publik. Kata "pacar" lebih masuk akal.Akan tetapi, aku memahami sifat Ardi. Jika dia keliru mengira aku tidak menaati perjanjian, itu akan merepotkan.Aku hanya bisa menjelaskan tentang pacarku yang digosipkan itu. "Sebenarnya, dia cukup sibuk."Tidak masalah jika aku tidak mengatakan hal ini. Namun, ketika aku menyebutkannya, Bu Ratna malah makin mengejek. "Ketika seorang pria mengatakan dia sibuk, kebanyakan dari mereka