Semua Bab Silakan Ambil Suamiku, Nona Pelakor: Bab 231 - Bab 240

“Dia ---”Belum sempat Lea menjawab, sosok menawan itu sudah berdiri tegak di hadapannya tersenyum menyapa mereka.“Selamat siang. Kenapa kalian tidak memberitahu jika sedang berkumpul di sini?” sapa sosok itu dengan ramah yang tak lain Nyonya Danira.Tuan Iwan tersenyum meringis sambil menganggukkan kepala dengan kikuk. Hal yang sama juga dilakukan Lea. Ia merasa serba salah, apalagi sebelumnya Nyonya Danira sempat memintanya untuk tidak berhubungan dengan Ghalib.Namun, nyatanya malah kini Nyonya Danira bertemu dengannya bersama Ghalib.“Santi mana, Iwan?”Nyonya Danira mengalihkan topik pembicaraan sambil celinggukan melihat ke dalam rumah. Keberadaan Ghalib diabaikan dan tak dianggap sama sekali. Lea terdiam sambil sesekali melirik Ghalib yang berdiri di sebelahnya.Lea yakin pria itu pasti penasaran dengan sosok yang baru datang ini. Apalagi sikap Nyonya Danira terlihat tidak bersahabat dengann

Ghalib tersenyum mendengar ucapan Tuan Fandi. Ia tidak menduga jika ayahnya akan datang ke sini bahkan menyetujui keinginannya. Tentunya Tuan Fandi tahu apa risiko yang harus ia terima jika memihak Lea dan Ghalib.“Om … tapi, aku belum memutuskannya.”Lea bersuara dan terdengar gugup. Semua yang hadir kini melihat ke wanita cantik itu. Lea terdiam, beberapa kali menghela napas sambil menyugar rambutnya. Kenapa mereka semua menyudutkannya kali ini?“Lea, sebenarnya kedatangan ayah Ghalib ke sini atas perintah Nenek.”Tiba-tiba Nyonya Danira bersuara dan membuat Lea serta yang hadir di ruangan itu terkejut. Tommy yang berdiri di sana hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.Sesaat setelah Lea dan Ghalib pergi tadi, Tommy menghubungi Nyonya Danira dan menceritakan semuanya. Kemudian Nyonya Danira malah meminta Tommy menghubungi Tuan Fandi.Kebetulan saat menunggu tadi masih ada Pak Jonas, sehingga Tommy bekerj

“Apa semuanya sudah siap, Santi?” tanya Nyonya Danira pagi itu.Sudah dua hari berselang sejak kedatangan Ghalib bersama Lea ke rumah. Hari ini adalah hari pernikahan yang mereka tunggu.Nyonya Santi tersenyum sambil menganggukkan kepala menjawab pertanyaan ibu mertuanya.“Sudah, Ma. Petugas dari KUA akan datang pukul 9 pagi, sesuai dengan jadwal.”Nyonya Danira tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian matanya tampak beredar menyapu setiap sudut ruang tamu tersebut.“Apa Lea sudah siap?”“Sudah. Ia menunggu di kamarnya.”Nyonya Danira mengangguk. Tanpa bertanya lagi Nyonya Danira berjalan menuju kamar tempat Lea berada. Setelah mengetuk beberapa kali, pintu terbuka. Tampak seorang pelayan yang membukakan pintu.“Lea mana?”“Aku di sini, Nek.”Wajah cantik Lea langsung terjulur menoleh ke arah neneknya. Nyonya Danira terdiam menatap cucu kesayangannya.“Kamu cantik sekali, Lea. Nenek yakin kedua orang tuamu pasti senang melihat kamu seperti ini.”Lea hanya terdiam sambil mengang

“Menikah katamu? Lea menikah dengan Ghalib?” ulang Kenan.Pria berpakaian serba hitam itu hanya menganggukkan kepala beberapa kali. Ia tidak bohong. Selama ini Kenan memang meminta orangnya untuk mengawasi rumah paman Lea. Tidak disangka hari ini Kenan akan mendengar kabar tentang pernikahan Lea.“Bukannya Ghalib akan bertunangan dengan Deasy awal bulan. Kenapa tiba-tiba menikah dengan Lea?”Kembali Kenan bertanya. Kabar mengenai pertunangan Ghalib dan Deasy memang telah tersebar. Bahkan Kenan mendapat undangan pesta pertunangan itu dari Deasy.“Saya sendiri tidak tahu, Tuan. Orang yang saya minta mengawasi di sana mengatakan jika pernikahannya dadakan hanya dua hari saja perencanaannya.”BRAK!!!Lagi-lagi Kenan memukul meja membuat semua berkasnya semakin berhamburan ke lantai.“Dua hari katamu? Kenapa kamu tidak memberi tahu aku dua hari yang lalu?”Pria berpakaian serba hitam i

“Itu sebabnya Ayah memanggil ke sini, Ghalib.”Ucapan Tuan Fandi membuat Ghalib terdiam. Pria tampan berdagu belah itu kini membeku sambil menatap Tuan Fandi.“Ayah takut terjadi sesuatu pada nenekmu dan itu sebabnya Ayah ingin berpamitan pulang lebih dulu.”Tidak ada jawaban dari Ghalib, hanya jakunnya yang bergerak naik turun berulang menelan saliva.“Sejahat apa pun nenekmu, dia masih ibunya Ayah.”Lagi-lagi Ghalib membisu mendengar ucapan Tuan Fandi. Tidak ia duga pria yang ia benci sangat berbakti pada orang tuanya.“Iya, Yah. Aku gak papa di sini sendirian.”Tuan Fandi tersenyum sambil menepuk bahu Ghalib.“Lalu kapan Lea akan kamu bawa pulang ke rumah? Apa pun yang terjadi, kamu harus memberi tahu mengenai pernikahanmu ini ke Nenek.”Ghalib menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar.“Mungkin sesudah mengurus beberapa hal di sini