Malam itu, suasana rumah besar keluarga Bara terasa menyesakkan. Cahaya lampu kristal di ruang tengah menyinari ruangan megah dengan lantai marmer, tapi tidak mampu mengusir kegelapan yang mengendap di dada Bara. Ia duduk di kursi panjang, menundukkan kepala, jemarinya berulang kali mengepal lalu terbuka lagi.Di hadapannya, Nenek masih duduk tegak dengan tatapan keras, sementara Ayahnya berdiri tak jauh, mengamati dengan wajah penuh kecewa. Sejak pengakuan Becca di apartemen tadi, rumah itu dipenuhi dengan perdebatan, bentakan, dan tuntutan.“Bara,” suara Neneknya terdengar dingin, tegas, tidak memberi ruang untuk bantahan, “aku tidak ingin mendengar alasan lagi. Kamu akan segera mengurus perceraian dengan Rania. Tidak ada tawar-menawar.”Bara mendongak, matanya merah menahan emosi. “Nek, jangan seperti ini. Tolong beri aku waktu. Aku… butuh bicara dengan Rania dulu. Aku harus menjelaskan padanya.”Ayahnya menggeleng pelan, tapi sorot matanya tajam. “Kamu sudah cukup mempermalukan ke
Last Updated : 2025-11-03 Read more