Semua Bab Jejak Dusta di Rumah Kita: Bab 51 - Bab 60

Lelaki itu menatap ruang tamu yang bernuansa hangat. Dinding dengan warna krem, memberikan kesan keintiman dan kenyamanan. Karpet lembut coklat yang terhampar di bawah kaki Galih, semakin menambah kesan cozy. Lampu gantung dengan cahaya kuning temaram, membuat Galih merasa sangat enjoy berada disana. Galih mengalihkan pandangan pada sofa empuk dengan pelengkap bantal berbahan lembut dengan warna merah marun yang dia duduki. Di sudut ruangan sebelah kanan, tanaman hijau dalam pot alami memberikan sentuhan alami. Galih menghela napas panjang. Dia akhirnya merebahkan badan saat mencium aroma masakan yang sangat menggoda dari arah dapur sana.Setengah jam berlalu, Galih refleks sedikit menarik diri saat terbangun dari tidurnya. Lelaki itu menghela napas panjang melihat senyuman Amanda yang sepertinya sejak tadi terus memandanginya saat tertidur di sofa. “Kenapa duduk di bawah? Ayo naik sini.” Galih bangun dan menepuk sofa di sampingnya. Dia menghela napas berat melihat Amanda yang sudah

“Mama kenapa?” Bella yang sejak tadi bermain game bersama Zaky berlari keluar mendengar keributan di halaman. Gadis kecil berusia sepuluh tahun itu langsung memegang mamanya yang terlihat sedikit sempoyongan. Dia bisa merasakan tubuh mamanya lemas sekali. Jelita bahkan berjalan dengan menyeret langkah, seperti tidak lagi berpijak pada bumi.“Mama sakit? Mama muntah?” Bella langsung menuntun Jelita masuk. Dia menahan mual saat melihat baju papanya yang dipenuhi oleh muntahan mamanya. Dia bisa menebak noda kuning yang ada di antara muntahan itu adalah mangga yang tadi pagi dikonsumsi oleh mamanya saat sarapan. “Ambil minyak angin, Dek.” Bella menoleh pada Zaky yang langsung berlari mengambilkan yang diminta oleh kakaknya.Sementara disini, Galih mengembuskan napas kencang. Dia berjalan ke kamar dan mengambil baju ganti sebelum menuju kamar mandi. Lelaki itu termenung lama. Dia duduk di lantai kamar mandi, membiarkan bulir-bulir air dari shower jatuh dan membasahi kepalanya. Sesekali, di

Jelita kembali bertanya. Sejujurnya, dia takut mendengar jawaban suaminya. Wanita itu menyiapkan hati saat Galih mengangkat kepala. Jelita menggigit bibir dan meremas jemari. Sungguh, dia tidak menyangka lelaki yang sejak pertama berjumpa terlihat sangat memuja dirinya dan selalu menghujaninya dengan penuh cinta ternyata tega menghancurkan kehangatan keluarga kecil mereka.“Baru tadi malam.” Galih menjawab dengan suara bergetar. Lelaki itu merutuki dirinya saat melihat Jelita mengusap air mata. Ingin rasanya dia menghapus air mata wanita itu seperti yang selalu dia lakukan selama ini. Namun, Galih tidak memiliki keberanian melakukannya. Dia takut sakit karena Jelita pasti akan menolak dirinya. “Foto di kamar itu hanya akal-akalan Amanda. Aku demam dan tertidur. Kamu tahu sendiri bagaimana kalau aku sakit, Ney. Lemas dan tidak bertenaga walau hanya pilek biasa.”“Bagaimana rasanya? Enak nggak tidur sama dia?” Jelita tertawa di antara tangis mendengar pertanyaannya sendiri. Bisa-bisanya

“Saran dari saya, ada baiknya Bu Jelita pisah rumah dengan suami. Kalau sudah tinggal terpisah, pengadilan akan mudah menerima gugatan karena sudah terlihat jelas ada perselisihan. Kalau masih satu rumah, biasanya agak sulit. Terutama kalau tuntutannya karena tidak ada kecocokan lagi, itu minimal enam bulan syarat pisah rumah. Walau ini kasusnya perselingkuhan, tetap kita upayakan maksimal agar tidak berlarut-larut.”“Pisah rumah?” Jelita menghela napas panjang. Dia tidak pernah membayangkan akan keluar dari rumah yang mereka bangun dengan perjuangan bersama. Galih jelas tidak akan mau keluar karena lelaki itu ingin mereka tetap bersama. Sementara, kalau dia yang pergi, Bella dan Zaky bagaimana? Apalagi, Bella sudah sekolah. Wanita itu menghela napas panjang. Bayangan keluarga mereka yang bercanda di teras rumah berkelindan di kepala.“Iya, pisah rumah.” Pengacara yang sudah cukup berumur itu mengiyakan pertanyaan Jelita barusan. Dia sudah banyak menghadapi kasus seperti ini. Lelaki i

Jelita melirik ke arah Galih yang memutar badan, sepertinya ingin mencari aman dengan meninggalkan tempat itu sebelum dia berulah lebih jauh.“Sebenarnya, saya tidak ada urusan mau dari mana kamu mendapatkan uang untuk perawatan, Manda.” Jelita tertawa renyah saat beberapa pengunjung yang sepertinya kenal baik dengan Amanda mendekat dan menenangkan wanita itu. Jelita menggeleng pelan saat ada yang mengatakan dia iri dan memancing keributan saja. “Menjadi masalah adalah saat suamiku ternyata datang kemari untuk menjemput sahabat baikku.”Ruangan itu langsung ramai mendengar ucapan Jelita. Mereka yang tadinya berusaha menenangkan Amanda mendadak menjauh sehingga meninggalkan mereka berdua tepat di tengah-tengah. Secara bersamaan, mereka menoleh cepat ke arah Galih yang berdiri kaku di dekat pintu. Meta bahkan menutup mulutnya tidak percaya. Dia tidak menyangka Galih yang selalu diceritakan oleh suaminya sebagai lelaki family man nyerempet takut istri itu ternyata bisa berulah di luar.“