All Chapters of Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan: Chapter 41 - Chapter 50

"Terserah bapak dan ibu lebih percaya pada siapa. Yang jelas, Senja sudah menceritakan sedetail mungkin. Kalaupun Mas Adi tetap mengelak dan memberikan keterangan lain, biar itu menjadi urusannya dengan Allah. Memang benar saat kejadian hanya ada kami berdua di rumah ini, tapi Allah selalu melihat apapun yang dilakukan hambaNya. Allah yang akan membalas siapa yang berdusta di antara kami berdua." Akhirnya Senja pasrah setelah menjelaskan panjang lebar tentang kejadian tadi, tapi Susan dan Abel tetap bersikukuh jika Adi tak bersalah. Itu artinya mereka tetap menyudutkan Senja dan menganggap dialah yang mulai menggoda Adi terlebih dahulu. "Kamu juga! Baru saja menikah sudah ditinggal-tinggal pergi. Jadinya begini kan?! Menggoda suami orang!" tunjuk Abel pada Langit yang sedari tadi ikut menjelaskan. "Tutup mulutmu, Bel," sentak Langit tak terima. Langit masih diam saja ketika mereka semua menghinanya, tapi saat Senja disudutkan bahkan difitnah seperti ini, dia jelas tak rela."Dasar

"Kasur sama lemarinya nggak dibawa, Ja? Kan baru beli." Anwar mengingatkan saat Senja dan Langit menata baju mereka ke koper. Jam sepuluhan pagi mereka sudah siap-siap akan pindah ke rumah baru. Langit sudah mempersiapkan semuanya sejak awal. Jadi, saat pindah kali ini semua memang sudah siap huni. Lengkap dengan segala perabotnya. "Nggak perlu, Pak. Itu biar di sini saja barangkali nanti kami ingin menginap." Langit membalas dengan sebuah senyuman. "Sayang kan masih baru. Kenapa nggak dibawa saja daripada beli lagi." "Nggak, Pak. Di sana sudah ada. Saya sudah siapkan semuanya buat Senja." "Memangnya iya, Mas?" Senja ikut bertanya karena tak begitu percaya. "Iya, Sayang. Kemarin kuajak masuk nggak mau, cuma lihat dari depan sepulang dari klinik itu. Kalau masuk pasti kamu juga lihat semua perabotan sudah lengkap," ujar Langit begitu tenang. Susan yang sedari tadi mendengarkan obrolan mereka sembari pura-pura membalas pesan pun ikut curi-curi dengar. "Semua perabotan lengkap?

Adi tergesa kembali ke meja kerjanya. Saat ini pikirannya kacau setelah mengingat nama Dimas Kuncoro. Dia mulai gelisah dan nggak bisa konsentrasi saat bekerja. "Kamu kenal sama laki-laki yang barusan datang?" tanya Adi pada salah satu teman kantornya, Rama. "Siapa? Adit?" tanya Rama singkat karena tak paham maksud pertanyaan teman kantornya itu. "Bukan. Laki-laki yang pakai mobil merah itu. Memangnya kamu nggak lihat aku sama dia ngobrol tadi?" Adi berusaha menjelaskan sembari menunjuk mobil merah metalik di depan kantornya. "Nggak. Aku baru balik dari toilet setelah makan siang." Rama membalas santai. "Eh, kamu ngobrol sama Mas Langit? Kenal dekat?" tanya Rama saat sadar siapa yang dibicarakan Adi detik ini. "Mas Langit? Sejak kapan kamu manggil supir dengan sebutan Mas? Biasanya asal panggil nama doang, apalagi kalau usianya lebih muda dibandingkan kamu." Adi sedikit terkekeh untuk menutupi kegelisahannya saat ini. "Hah, supir?" Rama shock mendengar ucapan Adi barusan. "Iya

"Abel? Sejak kapan kamu di situ?"Adi cukup panik, tapi dia berusaha menetralkan debar dadanya agar tak terlalu gugup. Dia memilih mengalihkan pandangan, karena jika bertatapan dengan istrinya pasti ketahuan panik dan berbohong. "Baru saja sampai. Memangnya kenapa, Mas?" tanya Abel balik. Wanita itu membawa dua kotak kue yang diletakkan di meja. "Buat bunda sama nenek. Kebetulan tadi ketemu klien di sekitar sini makanya mampir sekalian. Mas Adi sering datang ke sini sepulang kerja, Bun?" Abel kembali bertanya setelah duduk di sofa samping suaminya. "Baru kali ini juga, Bel. Bunda juga heran, tumben-tumbenan dia datang tanpa kamu lagi." Kalina membalas dengan seulas senyum. "Ada masalah kah, Mas? Atau ada yang akan dibicarakan dengan bunda?" tebak Abel sembari melirik bunda dan neneknya. "Ah, nggak sih. Cuma mendadak pengin ketemu bunda sama nenek saja. Kangen. Kamu tahu sendirilah, dari dulu aku tinggal sama mereka. Jadi, tiga minggu nggak ketemu rasanya cukup lama. Maaf kalau a

"Sayang, Abel!" Adi berteriak cukup kencang saat melihat istrinya jatuh pingsan. Dia begitu panik melihat darah dan luka istrinya akibat insiden kecelakaan itu. Tak membuang waktu, dia dan seorang warga membawa Abel ke mobil. Abel tak sadarkan diri setelah tubuhnya terguling nyaris membentur trotoar, sementara penabrak itu kabur entah kemana. Dari bajunya, sepertinya dia masih sekolah menengah atas. Mobil meluncur ke rumah sakit terdekat. Sampai sana, Adi turun lalu meminta perawat untuk menolong istrinya. Tiga perawat setelah berlari membawa brangkar lalu memindahkan Abel ke atasnya. Ketiga petugas kesehatan itupun lekas membawa Abel ke UGD, sementara Adi mengurus pendaftaran dan lainnya. "Assalamualaikum, maaf kalau bikin ibu panik. Abel kecelakaan, Bu. Sekarang masih di UGD rumah sakit Mitra Keluarga. Ibu bisa ke sini kan?" Adi gemetar saat menelepon ibu mertuanya. "Wa'alaikumsalam, Di. Ya Allah, Abel kecelakaan?!" Susan panik. Gelas digenggamannya hampir saja luruh ke lantai.