Setelah email demi email, pesan demi pesan, akhirnya Raydan menulis pesan singkat:“Na...Jika kamu bersedia, bisakah kita duduk lagi?Bukan sebagai mantan. Bukan sebagai nostalgia.Tapi sebagai dua manusia yang ingin bicara: Masihkah ada rumah baru yang bisa kita bangun?”Nara membaca pesan itu berkali-kali, menangis lama — lalu menjawab:“Ya, Dan. Aku mau.”Mereka memilih tempat netral lagi: Kyoto, Jepang. Tenang, elegan, cukup jauh dari bising dunia.Mereka bertemu di sebuah kafe kecil dekat Sungai Kamo.Saat melihat Raydan berjalan dari kejauhan, Nara nyaris gemetar. Tangannya dingin, namun detak jantungnya hangat.Begitu pula Raydan: Ada gugup, ada rindu, ada takut — semuanya bercampur.Setelah saling menatap lama, akhirnya Raydan memecah keheningan:“Kamu baik, Na?”Nara mengangguk pelan.“Baik. Dan kamu?”“Belajar baik.”“Sama.”“Kita… seperti dua orang asing yang tahu terlalu banyak tentang satu sama lain, ya?”Mereka sama-sama tertawa — tawa getir yang dalam.Raydan m
Last Updated : 2025-06-13 Read more