All Chapters of Dikhianati Tunangan, Dinikahi Sultan: Chapter 91 - Chapter 100

Malam mulai menjelang, lampu-lampu kota mulai menyala, memberikan warna keemasan pada jalanan Paris. Mereka kembali ke Villa untuk beristirahat, tetapi harus dikejutkan dengan suasana Villa yang begitu indah. Di halaman Villa, terdapat meja yang dihiasi lilin-lilin kecil dan bunga mawar putih yang harum semerbak. Ayu tertegun, merasa tidak percaya dengan apa yang ia lihat. “Hon … i-ini?” Ayu menoleh, menatap Ashraf yang ada di sebelahnya. "Apa kamu yang menyiapkan semua ini?” Ashraf hanya tersenyum. “Kamu suka?” Ayu mengangguk. "Suka, suka banget." Ashraf kemudian menuntun Ayu untuk duduk di meja yang sudah di siapkan. Mereka duduk berhadap-hadapan lalu mulai menyantap makan malam yang sudah tersaji. "Hon, kamu nyiapin ini semua kapan? Padahal seharian ini kamu 'kan sama aku?" tanya Ayu sambil memasukkan steak ke dalam mulutnya yang tadi sudah dipotongkan oleh Ashraf. "Itu nggak penting, Sweetheart, yang penting kita bisa menikmati hari ini bersama," jawab Ashraf. Ayu meng

Ayu menelan salivanya kasar. Yang benar saja! Masa ia tidak boleh memakai baju sama sekali? Ayu tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Melihat Ayu yang diam saja, Ashraf menyentuh pipi istrinya itu. "Kenapa? Kok diem gitu?" Ayu meringis dan menggeleng pelan. "Jangan takut gitu, aku juga tahu batasan kok," ucap Ashraf mencoba menenangkan istrinya. Ia lalu mengambil satu potong roti panggang dan menyiapkannya pada Ayu. "Makan yang banyak, hari ini masih panjang dan masih banyak yang harus kita lakukan." Ayu masih diam dan terus mengunyah roti yang ada di dalam mulutnya. "Aku udah siapin banyak hal di luar Villa, tapi khusus di dalam Villa kamu nggak boleh pakai baju." "Masa nggak pakai baju, sih? Please pakai ya? Seenggaknya pakai celana," ucap Ayu memohon. Ia tidak ingin seperti makhluk jaman purba yang tidak memakai apapun. "Ok. Kamu boleh pakai baju, tapi nggak boleh pakai celana." Ayu memanyunkan bibirnya, membuat Ashraf langsung mengecup bibir itu gemas. Me

Pagi itu, kantor terasa lebih tegang dari biasanya bagi Ashraf. Setiap kali ponselnya bergetar dengan notifikasi dari aplikasi penyadap yang ia pasang di ponsel Ayu, amarahnya semakin membuncah. Pesan-pesan dari Carlos terus berdatangan, meski Ayu sudah berulang kali mengabaikannya. Pesan terbaru yang Ashraf baca pagi ini membuat darahnya mendidih: “Ayu, aku tahu kamu sibuk, tapi aku cuma ingin bilang kamu terlihat cantik di meeting kemarin. Kalau ada waktu, aku mau ajak kamu dinner, cuma kita berdua.” Nada santai namun penuh maksud dari Carlos membuat Ashraf mengepalkan tangan di saku jasnya. Ia tahu ia harus bertindak, tapi ia berjanji pada Ayu untuk tidak bertindak gegabah di depannya.Di meja kerjanya, Ayu tampak fokus mengetik laporan, tapi matanya sesekali melirik ponselnya dengan cemas. Ia tahu Carlos belum menyerah, dan pesan-pesan itu semakin membuatnya gelisah. Setelah percakapan malam sebelumnya dengan Ashraf, ia berencana untuk berbicara tegas dengan Carlos hari ini, tapi

Senja di Bali bukan sekadar pergantian hari; bagi Ayu dan Ashraf, itu adalah simfoni warna yang melukis ulang janji cinta mereka. Setelah ciuman di bawah langit senja, mereka kembali ke vila dengan hati yang ringan. Udara malam dipenuhi aroma bunga kamboja dan desiran ombak yang tenang, seolah alam semesta ikut merayakan kebersamaan mereka.Di dalam vila, Ayu dan Ashraf berdansa pelan mengikuti alunan musik dari ponsel. Tidak ada lampu sorot, hanya cahaya rembulan yang menyelinap masuk melalui jendela besar, menerangi wajah mereka dengan kelembutan. Ayu bersandar di dada Ashraf, merasakan detak jantungnya yang menenangkan."Ash," bisik Ayu, "aku merasa seperti mimpi. Semua ini terlalu indah."Ashraf mengeratkan pelukannya, mencium puncak kepala Ayu. "Ini bukan mimpi, Yu. Ini adalah kenyataan yang kita ciptakan bersama. Kenyataan di mana hanya ada kamu dan aku."Malam itu, mereka berbicara tentang impian-impian mereka yang belum terwujud. Ayu bercerita tentang keinginannya untuk membuk

Minggu-minggu berlalu setelah Ayu dan Ashraf mengetahui kabar bahagia itu. Ayu menjalani kehamilannya dengan tenang dan lancar. Ia tetap aktif di galeri seni, mengatur pameran, dan berinteraksi dengan para seniman. Anehnya, Ayu sama sekali tidak mengalami mual, muntah, atau ngidam seperti yang biasa dialami oleh ibu hamil. Ia tetap energik, nafsu makannya normal, dan tidurnya nyenyak."Kok aku nggak ngerasain apa-apa ya, Ash?" tanya Ayu suatu malam, sambil mengelus perutnya yang masih datar. "Biasanya kan ibu hamil itu mual, muntah, ngidam yang aneh-aneh. Tapi aku biasa aja."Ashraf tersenyum, mencium kening Ayu. "Syukurlah kalau kamu nggak ngerasain apa-apa, Yu. Berarti kamu kuat dan sehat. Nggak semua ibu hamil mengalami hal yang sama kok."Namun, keanehan justru terjadi pada Ashraf. Beberapa hari setelah mengetahui Ayu hamil, Ashraf mulai merasakan mual di pagi hari. Ia seringkali muntah-muntah, terutama saat mencium aroma masakan tertentu. Nafsu makannya juga berubah drastis. Ia t