Air setinggi lutut mengalir pelan di lorong sempit itu. Cahaya senter di tangan Dimas menari-nari di dinding batu yang licin dan lembab. Aroma kapur dan lumut memenuhi rongga hidung. Di belakangnya, Arga melangkah hati-hati, menggenggam besi kuning yang dibungkus kain putih."Jalan ini... rasanya nggak cuma gua biasa," gumam Arga."Ini bukan cuma gua, Ga," jawab Dimas lirih. "Orang-orang dulu nyebut tempat ini Gua Larung. Konon, ini jalur pelarungan benda-benda yang dianggap 'bernyawa'.""Kayak besi kuning ini?"Dimas mengangguk. "Dan benda-benda lain yang dulu dipakai buat nutup jalur-jalur gelap itu..."Mereka berjalan terus. Sesekali, arus kecil menyentuh kaki mereka seperti menyapa. Di dinding gua, ada bekas goresan—seperti simbol-simbol tua. Arga berhenti."Dim, kamu liat itu?"Dimas menyorot ke simbol itu. Garis melingkar dengan tiga titik di tengah."...Simbol Segel Bertiga," desis Dimas."Segel?""Jangan disentuh dulu. Bisa jadi ini gerbang..."Belum sempat Dimas menyelesaikan
Huling Na-update : 2025-08-08 Magbasa pa