Malam itu, langkah Arga dan Ki Kromo menembus kabut pekat yang menyelimuti jalan setapak di belakang rumah. Mereka tidak bicara banyak. Di tangan Ki Kromo, sebuah lentera tua berayun perlahan, cahayanya gemetar diterpa angin.> "Jangan banyak tanya dulu, Le," kata Ki Kromo pelan. "Kita hampir sampai."Arga hanya mengangguk. Di dalam dadanya, kalung Rino kembali hangat. Sejak mimpi terakhir itu, ia merasa ada sesuatu yang mengikuti… atau menuntunnya.Hingga mereka tiba di sebuah lahan yang aneh—seperti hutan kecil yang tak tersentuh manusia. Pohon-pohon besar tumbuh rapat, akar-akar mereka menggumpal seperti tali hidup yang menjerat tanah.Di tengahnya, ada batu besar berlumut. Ki Kromo menunjuk ke situ.> "Dulu tempat ini dikeramatkan, tapi orang lupa. Mereka pikir Curug Kembar cuma tempat wisata, padahal di sinilah mulutnya."Arga mendekat pelan. Udara di sekeliling berubah—lebih dingin, lebih sunyi, seperti masuk ke dunia yang tak ada waktu.> "Batu itu," kata Ki Kromo, "adalah sege
Terakhir Diperbarui : 2025-06-20 Baca selengkapnya