Pagi itu, udara terasa lebih berat dari biasanya. Kabut tipis menggantung di atas jalanan berbatu yang menuju bukit, membuat pandangan Arga dan Ningsih terbatas hanya beberapa meter ke depan. Mereka berjalan beriringan, Arga membawa sebuah tas kain yang berisi besi kuning, sedangkan Ningsih sesekali menoleh ke belakang, merasa ada sesuatu yang mengikuti. > Ningsih: “Ga, rasanya kayak ada yang ngikutin…” Arga: “Aku juga ngerasain. Jangan berhenti jalan, Nis. Kita harus cepat sampai ke gubuk Dimas.” Suara hutan pagi itu aneh—tak ada kicau burung, hanya suara langkah kaki mereka yang menginjak dedaunan basah. Beberapa kali, Arga merasa tanah di bawahnya bergetar pelan, seperti ada sesuatu yang bergerak jauh di bawah permukaan. Di tikungan terakhir sebelum bukit, angin tiba-tiba bertiup kencang, membawa aroma anyir yang membuat mereka spontan berhenti. Dari balik kabut, samar-samar terlihat bayangan sosok tinggi berdiri diam di tengah jalan. Bayangan itu tidak bergerak, tapi Arga mera
Last Updated : 2025-07-25 Read more