All Chapters of SUAMIKU BOS GILA: Chapter 11 - Chapter 20

Biru duduk tak tenang di dalam mobil memperhatikan Benua yang sedang fokus menyetir. Kejadian tiga jam lalu saat Anetta tiba-tiba menyerangnya dan berujung membuat Benua terluka terus berputar-putar di kepala Biru sangat mengusik Biru. Kakek Benua yang tadi tahu kekacauan itu segera menghubungi dokter pribadi keluarganya untuk mengobati luka di punggung Benua. Sementara Anetta mulai ditenangkan ayahnya dan satu wanita yang menjadi perawat pribadi Anetta. Sekarang Biru dan Benua sedang dalam perjalanan menuju kelab malam—tempat pertemuan dengan mitra bisnis Sejagat Gemilang, mitra bisnis itu berasal dari Singapura. “Pak, biar saya saja yang nyetir ya.” Biru menawarkan dengan baik-baik, dia tak tega melihat Benua seperti sedang menahan sakit karena luka di punggungnya. “Tidak usah.” “Pak Benua kayak nahan sakit begitu.” “Lebih baik saya menahan sakit daripada kamu yang bawa mobil, tapi ugal-ugalan.” Biru ingin melontarkan protes ke Benua, tidak terima dianggap membawa mobil ugal

“Kamu sudah makan?” Benua melirik Biru yang sedang melamun di sofa. Pandangan wanita itu tertuju penuh ke Auriga yang terbaring di atas ranjang pasien dengan beberapa balutan perban yang menutup luka di bagian tubuh pria muda itu.“Belum Pak.” Biru menyahut lemah.“Makan dulu ayo!” Benua menarik Biru agar bangkit dari sofa, tapi Biru menolak dibawa pergi Benua, dia menepis tangan pria itu dan duduk lagi di dekat Flower dan Akash yang sedang menemani Auriga.Di atas ranjang pasien, Auriga masih tertidur nyenyak, tadi Auriga sudah tersadar dan sempat berbincang singkat dengan Biru tentang keadaan yang dia rasakan. Auriga mengatakan ke Biru, “Aku baik-baik aja Kak. Jangan khawatirin aku.”Namun, yang Auriga katakan tidak mampu menenangkan Biru, dia tetap khawatir apalagi sebelumnya dia melihat langsung luka-luka serius di kepala, tangan dan kaki Auriga. “Flower sama Akash sudah makan?” tanya Benua kini berganti menatap kedua adik Biru.“Sudah Pak tadi ditemenin Kak Biru, tapi Kak Biru n

“Apa kamu masih ragu kalau saya ini pria normal, Biru?”“Ti—dak Pak.”Biru terbengong di depan cermin, kata-kata yang Benua lontarkan pagi itu setelah melewati malam mendebarkan dengannya terus terngiang-ngiang. Saat Benua menanyakan hal itu, Biru menjawab dengan gugup.Malam mendebarkan itu sudah berlalu dua hari, tapi isi kepala Biru masih saja dipenuhi dengan momen malam itu. Terekam baik-baik dalam ingatan Biru keindahan wajah Benua yang dia pandang dari bawah dan juga suara Benua yang menggoda malam itu.“Stop mikirin kejadian malam itu!” Biru mengepalkan erat kedua telapak tangan yang dia angkat tinggi itu seraya memandang tajam pantulan wajahnya di cermin. Menegaskan ke dirinya, jangan lagi membayangkan momen malam itu!Keluar dari toilet, Biru akan menemui Benua untuk menyampaikan sesuatu yang penting terkait pekerjaan.Tadi saat Biru akan menemui Benua, pria itu sedang sibuk berbincang melalui ponsel dengan kakeknya dan Biru tidak ingin mengganggu.“Perasaan, Biru sering ban

Biru menatap kosong pertunjukan seni yang sedang ditampilkan di depannya. Seni musik dan tari tradisional yang sedang ditampilkan siang ini untuk menutup kegiatan kunjungan Benua dan rombongan di desa itu.Hari terakhir berada di desa itu seharusnya menjadi hari yang berkesan untuk Biru, tapi justru menjadi hari yang meninggalkan luka di hati Biru.“Sungguh sangat disayangkan, Bu Biru dan Pak Renando nekat melakukan hal yang tidak senonoh di desa kami.”“Ya ampun Bu Biru, bisa-bisanya ikut sama suami ke sini malah main gila sama pria lain.”“Kalau kalian bukan bagian penting dari perusahaan Sejagat Gemilang, kita sudah memviralkan kalian berdua atas perbuatan tidak senonoh kalian. Supaya kalian malu, tapi Pak Benua tidak ingin hal itu sampai terjadi. Berterima kasihlah kalian ke Pak Benua yang baik hati ini.”Komentar pedas dari beberapa orang setelah kejadian di gubuk tadi pagi terus menggema di telinga Biru, tapi kata-kata mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan kalimat yang Benua

Biru hampir menabrak pintu kamar di depannya, dia pikir Benua akan mempersilakannya masuk ke kamar pria itu, tapi nyatanya Benua menutup cepat pintu itu dan hanya sedikit menyisakan ruang untuk Biru.Sedikit celah itu tidak bisa untuk Biru masuki, dia hanya bisa mengintip Benua. “Mas saya mau masuk.”“Mau apa? Masuk sana ke kamarmu sendiri!” galak Benua.“Kok gitu sih Mas?” Biru menekuk wajahnya kecewa mendengar Benua galak seperti tadi.“Memangnya kamu berharap apa? Kamu berharap setelah saya mengajakmu pulang ke rumah lalu setelahnya saya menyentuh kamu?”Biru menggaruk tengkuknya, malu mengakui jika memang itu yang sebenarnya dia bayangkan saat Benua tadi mengajaknya pulang ke rumah.“Dengarkan saya Biru, saya tidak mau lagi menyentuh perempuan yang bahkan sudah disentuh adik angkat saya!” Benua menegaskan dari sedikit celah pintu kamar kemudian menutup pintu itu rapat.Biru tertegun memandang pintu di depannya, air matanya meluncur membasahi pipi, kata-kata Benua tadi menyakitkan,