All Chapters of Transaksi Hati Ibu Pengganti Anak Presdir: Chapter 201 - Chapter 210

Dion menekan tombol replay di ruang CCTV sekolah. Matanya menatap tajam layar monitor yang menampilkan detik-detik terakhir Amora terlihat. Awalnya, semua tampak biasa saja. Ojek online yang membawa Amora dan Emran berhenti persis di depan gerbang sekolah Zolin. Amora terlihat membayar, sambil menggendong Emran. Namun beberapa menit kemudian, sebuah mobil hitam berhenti tak jauh dari situ. Kamera menyorot jelas wajah pengemudinya. Dion langsung menghela napas panjang. Sial… Itu Randy. Meskipun Randy memakai masker, kacamata hitam serta masker. Namun postur tubuhnya terlihat jelas. Rekaman memperlihatkan Randy turun dari mobil, lalu mendekati Amora. Terlihat jelas tangan Randy memukul tekuk leher Amora dalam hitungan detik, Amora pingsan. Randy langsung menggendong Amora tanpa melepaskan Emran. Dengan cepat dia langsung memasukkan Amora dan Emran ke dalam mobil. Emran menangis keras di gendongan, namun tetap ikut terseret masuk ke mobil. Detik berikutnya, mobil itu melesat pe

Mobil melaju kencang menembus malam, meninggalkan hiruk-pikuk Jakarta. Jalan tol lengang, hanya lampu jalan yang sesekali menyinari wajah tegang di dalam mobil.Alvaro duduk di kursi depan, kedua tangannya mengepal di pangkuan. Matanya lurus menatap jalan, tapi pikirannya kacau. Bayangan Amora dan Emran terus menghantui, bercampur dengan wajah Randy yang menyeringai licik.Kondisi mental Randy sangat tergantung, hal ini yang membuat ia sangat cemas.Dewi duduk di belakang. Jemarinya bergetar, menggenggam tasnya erat. Ia tak henti menatap ke luar jendela, takut jika sewaktu-waktu mobil Randy melintas di belakang mereka. Takut jika Randy tahu bahwa mereka akan ke apartemennya. Takut jika Randy menyakiti Amora dan juga Emran.“Dion,” suara Alvaro akhirnya pecah, serak menahan amarah, “hubungkan aku dengan tim pemantau. Aku mau update jalur pergerakan Randy. Jangan sampai satu detik pun kita kehilangan jejak.”“Baik, Tuan,” Dion menjawab cepat, segera menekan alat komunikasinya. Sesekali

Begitu mendengar nama Randy keluar dari mulut Alvaro, tubuh Amora langsung menegang. Jari-jarinya yang menggenggam Emran bergetar hebat, air mata tumpah tanpa bisa ia tahan. Melihat reaksi Amora, Alvaro langsung mengambil Emran. Setelah itu ia langsung memeluk Amora. "Sekarang kamu sudah aman. Maaf jika aku begitu lambat menemukan kalian." Alvaro berkata dengan wajah bersalah. Amora memandang wajah Alvaro, dengan air mata yang terus saja mengalir. "Terimakasih sudah menemukan kami. Aku sangat takut, bagaimana jika kamu tidak bisa menemukan aku." Alvaro tersenyum dan mengusap air mata Amora. “Randy… dia yang meneleponku?!” suaranya meninggi, pecah oleh tangis dan amarah. “Dia pakai nama guru Zolin… dia sengaja bohongin aku?! Demi apa dia tega lakukan ini padaku, mas?! Demi apa dia tega menjebakku seperti ini?!” Randy tidak pernah mencintainya. Selama tinggal di keluarga Sanjaya, kehadiran Amora tidak pernah dianggap oleh pria itu. Lalu sekarang, Randy datang dan berusaha m

Malam itu begitu hening. Hanya suara mesin mobil yang pelan terdengar, mengiringi perjalanan pulang. Di kursi penumpang, Amora akhirnya jatuh tertidur. Kelopak matanya yang bengkak karena terlalu banyak menangis tertutup rapat, napasnya teratur meski sesekali terdengar berat. Kepalanya miring, bersandar pada puncak Alvaro.Alvaro menoleh sekilas, hatinya terasa perih melihat wajah lelah itu. Dadanya terasa sesak, ketika membayangkan betapa banyak luka dan rasa takut yang sudah Amora tanggung seorang diri. Ia tak tega membangunkannya. Senyum tipis terukir di bibirnya, lalu dengan lembut ia bergumam, seakan berbicara hanya pada dirinya sendiri.“Tidurlah, Sayang… biar aku yang jaga kalian sekarang.” Alvaro menahan kepala Amora dengan satu tangannya. Sedangkan tangan yang satunya lagi, memeluk Emran yang tertidur lelap.Mobil berhenti di depan mansion. Lampu teras masih menyala, tanda seseorang menunggu. Alvaro turun sambil menggendong Emran, lalu dengan hati-hati membuka pintu penumpang

Pagi ini suasana di ruang makan terasa berbeda, lebih ringan, lebih hidup, seakan rumah besar itu kembali bernyawa setelah tenggelam dalam kecemasan.Yurika sudah duduk rapi di ujung meja, senyum lembut tak pernah lepas dari wajahnya. Begitu melihat Amora berjalan masuk bersama Alvaro, ia langsung berdiri, menyambut dengan pelukan hangat.“Selamat pagi, Mora…,” ucapnya dengan suara penuh kasih.“Selamat pagi, Mi,” jawab Amora lirih, sedikit kikuk tapi matanya berbinar.Di kursi kecil, Zolin sudah duduk manis dengan wajah ceria. “Mommy!” serunya riang, langsung berlari kecil menghampiri Amora. Amora jongkok, meraih gadis kecil itu ke dalam pelukan. “Sayang mommy… pagi ini kamu cantik.”“Hmm… karena Oma yang mandiin dan kepang rambut aku. Sebenarnya aku ingin meminta mommy yang mandiin dan ikatin rambut. Tapi kata Oma, Mommy sedang kecapean karena baru pulang tadi malam selepas jalan-jalan,” jawab Zolin polos, membuat semua orang di ruangan itu terdiam.Amora baru mengetahui ternyata Y