All Chapters of Perjanjian Panas dengan Kakak Muridku: Chapter 591 - Chapter 600

“Kenapa kau bersembunyi di sini?” Elise menyentak kakaknya.Noel yang terkejut memegangi dadanya.“Sssttt!” lirihnya.“Kenapa?” Elise mengernyit. Ia menoleh—benar saja di sana ada Leya bersama keluarganya.“Kau bilang akan datang menjemputku dengan percaya diri? Kau kenapa seperti ini?” tanya Elise.Noel memejamkan mata.Elise sama sekali tidak mau mengecilkan volume suaranya.Bukannya berhenti melihat kakaknya yang panik.Elise justru menatap Leya lalu…“KAK!” teriak Elise.Leya bersama Elio dan Jayden menoleh.Noel mengusap tengkuknya pelan. Ingin kabur saja—bukannya tidak mau bertemu dengan Leya.Hanya saja, sebal saja.Elise menyeret kakaknya untuk menemui Leya.Leya menatap Noel yang berada di hadapannya.Pria itu diam. Biasanya banyak bicara dan banyak tingkah.Apa mungkin karena melihatnya bersama Elio dan Jayden.Leya menggenggam tangan Jayden lebih erat.“Sudah lama kalian tidak bertemu.”Leya mengernyit. “Hmm..”“Ayo pergi.” Noel mengajak Elise pergi.“Kenapa buru-buru.” Eli

Datang ke sebuah acara pernikahan koleganya.Tidak ditemani siapapun.Eh ditemani Rakha, sekretarisnya.Dua maut yang bisa memabukkan mata wanita.Noel mengusap rambutnya pelan.Matanya memincing ketika melihat satu wanita yang menggandeng tangan seorang laki-laki.Diam-diam mengintai dan mengamati gerak-gerik wanita itu.Sampai akhirnya memiliki waktu yang past untuk…Membawa wanita itu pergi dari sang pria.Noel menarik pinggang Leya ke lorong yang sepi. Lorong yang langsung menghadap pintu kamar hotel yang berjajar banyak dengan rapi.“Katakan padaku, Jayden anakku ‘kan?” tanyanya langsung.Leya mengerjap pelan.Tidak pernah terlintas di pikirannya, bahwa Noel akan tahu secepat ini.“A-apa…” tenggorokannya terasa kering.Ketakutannya akan kehilangan Jayden. Ketakutannya tentang apa yang akan terjadi setelah Noel tahu.Padahal ia sudah menyiapkan seribu alasan agar Noel tidak mencecarnya dengan pertanyaan ini.Tapi tetap saja, bibirnya terasa tercekat dan kaku.Jantungnya berdebar t

Lahir prematur.Dengan usia ibu yang saat itu baru menginjak 18 tahun.Jayden sedikit berbeda dari teman-temannya.Bocah berusia 9 tahun itu sedikit terlambat dari teman-temannya.Terlambat membaca, menghitung bahkan fokus yang kurang.Namun dengan fisik yang begitu kuat bahkan di atas teman-temannya, menjadikannya sangat pintar dalam bidang olahraga.Ada banyak potensi olahraga yang bisa ia kuasai.Namun tetap saja, rasanya setiap hari memiliki kekurangan yang tidak bisa ditutupi.Melihat banyaknya piala dan medali prestasi dari ibunya yang terpajang di rumah.Jayden menyadari kalau ibunya sangat pintar sedari dulu.Kenapa dirinya begitu bodoh? Ia bahkan mendapatkan peringkat terbawah di kelasnya.Meski ibunya selalu berusaha mengatakan bahwa ia pintar dan semuanya akan baik-baik saja.Nyatanya sangat sulit menerima semuanya.Ibunya juga mengemasi semua piala dan medali semenjak dirinya merasa bodoh.Lalu, datang lagi ayahnya.Ayahnya yang sudah lama ia nantikan.Dan ayahnya bilang,

“Ayo menikah!” ucap Noel ketika Leya berada di ruangannya.Leya berdecak pelan. “Kenapa kau mudah sekali berkata ingin menikah?” tanyanya.Baru saja ingin bertanggung jawab atas perbuatannya yang menggigit bibir pria itu.Noel justru memancing emosinya lagi ketika ia baru sampai.“Aku akan membahagiakan kalian. Aku tidak akan membuat kalian menderita. Aku akan menjadi suami dan ayah yang baik untuk kalian.”Leya berjalan ogah-ogahan mendekati Noel.“Lupakan menikah. Aku di sini untuk melihat bibirmu yang katamu terluka.”Leya mendongak—menatap wajah Noel. Pandangannya jatuh pada bibir pria itu yang memerah.“Akh!” Noel kesakitan. “Sakit sekali asal kau tahu!”Leya berdecak. “Siapa yang menyuruh menciumku? Aku sudah bilang padamu jangan menarik perhatian orang lain!”“Kau malah menciumku saat pintu lift terbuka. Ada dua karyawanmu yang melihat kita—” Leya memejamkan mata. Menahan emosinya yang ingin meledak lagi.“Aku ingin membuatmu menikah denganku,” balas Noel.“Aku akan menikah den

“Mau ke mana?” tanya Leya saat mobil berbelok di jalan yang tidak seharusnya.“Kita harus makan dulu.”“Tapi—”Tiba-tiba perutnya berbunyi. Leya menggigit bibirnya. Ia mengusap perutnya pelan.Kemudian menoleh—menatap Noel yang diam saja seperti tidak pernah mendengar perutnya berbunyi.“Aku terlalu sibuk bekerja sampai tidak makan,” ujar Leya.“Ya, aku tahu. Maka dari itu kita harus makan dulu.” Noel membelokkan mobil pada sebuah restoran.“Jangan di belakangku, orang-orang akan mengira kau pembantuku.”Leya mengerjap. “Apa?”Ia menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum mengejar langkah Noel. Berjalan di samping pria itu dengan santai.Jangan di belakang pria ini. Benar, nanti orang-orang akan mengira ia pembantu.“Tunggu,” Noel berhenti mendadak.Membuat Leya juga otomatis berhenti. Dahinya menabrak punggung Noel yang entah kenapa begitu keras.“Akh!” Leya mendongak.Noel lantas segera berbalik. Dilihatnya Leya yang mengusap dahi dengan kesal. “Maaf,” lirihnya.Leya mengangguk pelan.Tid