Di balik tirai jendela yang baru saja ditutup, Sella duduk dengan punggung bersandar di dinding kamar. Nafasnya tersengal pelan, tangan kirinya menekan perutnya yang mulai membesar. Wajahnya pucat. Sekujur tubuhnya dingin seperti disiram air subuh. Beberapa tetes keringat menetes di pelipisnya, meski kipas angin berputar pelan di langit-langit kamar.Suara-suara dari luar masih terdengar samar—bisik-bisik tetangga, celotehan pedas yang menusuk, dan tawa-tawa kecil yang membuat hati makin terasa remuk.Sella menarik napas panjang. Kepalanya pening, pandangannya berputar. Ia mengelus perutnya perlahan, mencoba menenangkan isi hatinya, juga si kecil dalam kandungan.“Maaf, Nak… Ibu sedih, tapi Ibu tetap sayang kamu. Ibu cuma takut kalian kenapa-kenapa…” ucapnya lirih, hampir seperti bisikan untuk bayi yang belum lahir.Yitno masuk tak lama kemudian, membawa sebotol air putih dan handuk basah. Ia mendekat cepat saat melihat wajah Sella yang pucat pasi.“Dik… kamu kenapa? Kamu keringatan…
Terakhir Diperbarui : 2025-06-01 Baca selengkapnya