Lahat ng Kabanata ng Terjerat Pesona Mama Temanku: Kabanata 41 - Kabanata 50

Adit baru saja tiba di kosannya setelah mengantarkan Sarah. Ia berjalan dengan langkah santai, pikirannya masih melayang-layang memikirkan malam yang baru saja ia habiskan bersama Sarah.Meskipun hubungan mereka penuh risiko, Adit merasakan kehangatan yang sudah lama hilang dalam hidupnya. Dan justru karena penuh resiko, ia merasa itulah seninya.Namun, saat ia mendekati pintu gerbang kos yang tidak pernah ada satpamnya, pandangannya tertuju pada sebuah mobil yang terparkir di tepi jalan.Mobil itu tampak familiar—SUV hitam mengkilap yang sering ia lihat. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. "Mobil siapa ini?" gumam Adit, meskipun ia sudah menduga siapa pemiliknya.Mobil itu pasti milik Jesica. Karena beberapa hari terakhir ini Tigar nggak pernah bawa cewe pulang selain Tante Jesica yang cantik dan seksi itu.Adit mendekati gerbang kos dengan langkah yang mulai melambat. Mobil SUV hitam yang terparkir di tepi jalan itu langsung menarik perhatiannya, dan ia tahu betul siapa pemilikn

Sarah tidak langsung menjawab. Manik matanya juga sama sayunya ketika menatap Adit. “Kita bisa bicarain nanti. Kita kan ketemu besok di kantor,” jawabnya akhirnya, memberi pengertian.Adit menghela nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Entah kenapa hati dan kakinya begitu berat pergi meninggalkan rumah ini.“Adit ... Please ... cepet pergi dulu dari sini,” bujuk Sarah.Adit menarik tangan Sarah dan menggenggamnya.Sarah menarik tangannya karena takut dilihat Damar. “Adit, please ... ini bukan saatnya. Kamu harus ngerti. Jangan di rumah ini. Apa lagi ada Damar. Kalau sampai dia tahu kita- ....”Namun, sebelum Sarah bisa melanjutkan, suara langkah kaki Damar terdengar lagi dari arah dapur, membuat mereka berdua semakin panik.Suara langkah kaki Damar yang mendekat dari arah dapur membuat Sarah dan Adit sama-sama tegang. Wajah Sarah semakin cemas.Di dalam hatinya, ia berdoa agar Adit segera pergi sebelum keadaan semakin memburuk. Tapi jawaban yang keluar dari mulut Adit justru

Hardian membuka pintu kamar dan masuk, lalu menuju rak buku di pojok untuk mencari modul yang diminta Adit. Ia mulai membolak-balik buku-buku di raknya, sementara Adit berdiri canggung di pintu, pikirannya masih berkelana ke kamar lain-kamarnya Sarah.“Ini dia modulnya,” kata Hardian setelah menemukan buku yang dicari. Ia menyerahkan modul itu kepada Adit, yang menerimanya dengan senyum lega.“Thanks, Wil. Aku balikin nanti ya setelah kuis,” kata Adit pura-pura sambil membuka-buka halaman modul tersebut, meskipun pikirannya masih dipenuhi oleh rasa penasaran tentang apa yang sedang terjadi di dalam kamar Damar dan Sarah.Hardian mengangguk tanpa banyak bicara. “Ya, belajar yang bener. Jangan gangguin orang lagi,” ucapnya setengah bercanda, meskipun nadanya masih terdengar sedikit kesal.Adit hanya tertawa kecil. “Iya, Bro. Janji nggak ganggu lagi.”Setelah itu, suasana di antara mereka menjadi canggung. Hardian kembali duduk di kursi meja belajarnya, sementara Adit masih berdiri di pi

Di meja kerjanya, Adit merasakan ponselnya bergetar. Ia membuka layar, membaca pesan singkat dari Sarah. Pandangannya mengarah ke kaca hitam pekat yang memisahkan ruangan mereka.Dari posisinya, ia tidak bisa melihat apa pun yang ada di dalam, namun ia bisa merasakan bahwa Sarah ada di balik sana, menunggu respons darinya.Adit menggenggam ponselnya sejenak, namun alih-alih membalas, ia meletakkan kembali ponselnya di meja tanpa menjawab. Matanya kembali menatap komputer, berusaha mengabaikan pikiran yang semakin berkecamuk.Sarah yang memandangi ponselnya dari balik meja mulai kesal. Ia tahu Adit membaca pesannya, tapi bocah tengil itu malah tidak membalas. ‘Sialan!’ batinnya kesal.Perasaannya campur aduk antara rindu dan jengkel. Ia menatap lagi kaca yang memisahkan mereka. Dari pantulan bayangan samar Adit yang duduk di mejanya, Sarah tahu betul bahwa Adit sedang mencoba menghindarinya mungkin karena dia kesal karena semalam dicuekin.Tidak mau kalah, Sarah akhirnya beranjak dari

Erni menatap Yuli. “Sudahlah ... jangan terlalu kepo dengan mereka. Mending kita kerja saja,” ujarnya sembari tersenyum tipis.Namun Yuli benar-benar merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perasaan aneh yang muncul di antara mereka. “Tapi kita harus lebih memperhatikan,” bisiknya dengan nada yang sama sekali tak main-main.Di dalam ruangan yang sejak tadi diamati oleh Yuli dan Erni itu, kobaran api asmara yang bercampur gelora hasrat antara Adit dan Sarah justru semakin membara.Adit nyaris kehilangan kendali ketika tangannya mulai menjelajahi tubuh Sarah lebih jauh, tangannya menyusup di bawah rok yang dikenakan Sarah, merasakan kelembutan kulitnya itu. Hasrat menguasai pikirannya, dan dalam sekejap, ia sudah nyaris menyibakkan pakaian dalam Sarah, dan ingin bermain-main di sana.Namun di tengah hasrat yang membara, Sarah tiba-tiba tersadar. Instingnya sebagai seorang wanita dewasa yang memiliki tanggung jawab besar mengingatkan bahwa ini bukanlah waktu dan tempat yang tepat