Langit mendung menggantung di atas atap rumah sakit pagi itu, seakan ikut merasakan duka yang menyelimuti keluarga kecil yang baru saja tiba. Di lorong yang sepi dan dingin, langkah Sinta dan Ari bergema pelan, penuh kecemasan. Wajah mereka pucat, lelah karena semalaman menahan perasaan campur aduk. Tak satu pun dari mereka berbicara sejak mereka menerima kabar, bahwa Tama, putra tunggal mereka, ditemukan bersimbah darah di dalam sel tahanannya, dan tiga luka tusuk menghantam tubuhnya, dan kini ia terbaring tak sadarkan diri di ruang ICU. Mereka berhenti tepat di depan dinding kaca ruang perawatan intensi. Ada dua polisi yang berjaga di sana. Di balik kaca, tubuh Tama terbujur diam di atas ranjang. Selang-selang menempel di sekujur tubuhnya, dadanya naik-turun dengan bantuan ventilator, wajahnya pucat dan tampak begitu rapuh. Sinta menempelkan tangannya ke kaca, suaranya tercekat saat menyebut nama anaknya. “Tama…” Air matanya jatuh begitu saja, tak terbendung. Ari berdiri di
Huling Na-update : 2025-08-02 Magbasa pa